Jakarta, CNBC Indonesia - Mantan Menteri Venezuela dan juga Ekonom Ricardo Hausmann mengungkapkan pandangannya terhadap potensi ekonomi hijau sebagai salah satu cara mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 8%.
Ia menilai bahwa banyak negara termasuk Indonesia diminta untuk mengurangi emisi CO2. Kendati demikian, pendekatan terhadap perubahan iklim dan transisi energi masih sangat terbatas.
"Indonesia menggunakan batu bara untuk menghasilkan listrik sehingga mengeluarkan banyak CO2. Indonesia pun memiliki program seperti Just Energy Transition yang telah ditandatangani Indonesia untuk menurunkan emisi. Itu adalah cara yang sangat sempit dalam memandang masalah," ujar Hausmann dalam acara Public Lecturing Moving Towards 8% Growth for Indonesia, dikutip Selasa (18/2/2025).
Menurutnya, alih-alih hanya fokus pada pengurangan emisi domestik, Indonesia sebaiknya melihat peluang untuk berkontribusi dalam pengurangan emisi global. Dengan memproduksi barang-barang yang dibutuhkan oleh dunia untuk mencapai dekarbonisasi.
"Jika Indonesia mampu menjadi produsen utama barang-barang tersebut, semakin banyak negara yang berupaya mengurangi emisinya, semakin besar pula permintaan terhadap produk Indonesia, dan ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi secara signifikan," ujarnya.
Menurutnya, Indonesia memiliki potensi yang besar untuk menciptakan barang-barang yang dibutuhkan oleh dunia untuk dekarbonisasi. Dengan menciptakan peluang tersebut, jalan Indonesia menuju pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029 juga lebih luas.
Pemerintah Indonesia sendiri terus responsif dalam menarik investasi berkelanjutan salah satunya melalui pengembangan ekosistem ekonomi hijau. RPJPN 2024-2045 telah mencantumkan Visi Indonesia Emas 2045 "Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan".
Dokumen ini memuat sejumlah arah kebijakan penerapan ekonomi hijau dalam transformasi ekonomi, lingkungan hidup yang berkualitas dalam landasan transformasi terkait ketahanan sosial budaya dan ekologi serta mewujudkan sarana dan prasarana yang berwawasan lingkungan.
"Inilah mengapa tema hari ini sangat relevan. Investasi berkelanjutan bukan hanya tentang menghindari resiko lingkungan, melainkan membuka semua peluang ekonomi baru. BloombergNEF tahun 2023 juga menyebutkan bahwa transisi energi bersih akan membutuhkan investasi senilai US$ 3,1 triliun per tahun hingga 2050," ungkap Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi dan Investasi Edi Prio Pambudi, Senin (17/2/2025).
Sektor seperti energi terbarukan (EBT), ekonomi sirkular dan teknologi hijau diprediksi menciptakan 25 juta lapangan kerja baru. Indonesia memiliki sumber daya EBT yang melimpah, seperti tenaga surya, hidro, panas bumi, dan bioenergi, yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung transisi energi bersih.
Keberadaan hutan Indonesia juga menjadi salah satu aset utama dalam perdagangan karbon, dengan skema seperti Skema Karbon Nusantara (SKN) yang memiliki potensi besar untuk terus dikembangkan.
"Saat ini kita sudah mengambil langkah signifikan untuk mendorong investasi berkelanjutan melalui Perpres Nomor 112 Tahun 2022 yang menargetkan porsi energi terbarukan dalam bauran energi sebesar 23% pada 2025 dan 31% pada 2050. Ini pun kami melihat negara di sekitar kita semakin ambisius untuk memperbanyak bauran energi bersihnya, sehingga kita juga harus bersiap untuk beradaptasi dengan situasi yang dinamis," kata Deputi Edi.
Indonesia saat ini memiliki berbagai program/proyek yang berjalan, diantaranya yaitu proyek Carbon Capture and Storage (CCS), Just Energy Transition Partnership (JETP), pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Bahan Bakar Nabati yang meliputi biodiesel dan bioethanol, serta pengembangan ekosistem kendaraan listrik dengan proses dari hulu sampai hilir.
Meskipun Indonesia telah berkomitmen terhadap ekonomi hijau dan berkelanjutan, dia mengaku masih terdapat beberapa tantangan yang perlu diatasi.
Untuk itu, Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis diantaranya yaitu penguatan regulasi dan kebijakan dengan mengembangkan kebijakan dan regulasi khusus ekonomi hijau dan investasi hijau dan memastikan sinkronisasi antara seluruh dokumen peraturan, serta melakukan reformasi kelembagaan dengan mendesain ulang kelembagaan agar lebih kuat dan tidak tumpang tindih, dan memperbaiki sistem pendukung pembiayaan hijau.
(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:
Anggaran Bappenas Dipangkas 50% Lebih, 1.600 Pegawai Terancam PHK
Next Article Bappenas Beberkan Sederet Tantangan Penerapan ESG di Indonesia