Jakarta, CNBC Indonesia - Warren Buffett dikenal sebagai investor saham legendaris yang jarang melirik investasi properti. Di sektor properti, ia hanya menempatkan dananya di real estate investment trusts (REITs).
Namun, mengutip Benzinga, pada 1986, ia membuat pengecualian dengan membeli lahan pertanian seluas 400 acre di Nebraska seharga $280.000 atau sekitar Rp4,46 miliar dari FDIC.
Dalam surat tahunan Berkshire Hathaway, Buffett mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki pengalaman mengelola pertanian. Meski demikian, ia menghitung bahwa lahan tersebut dapat memberikan return sekitar 10% dan memperkirakan produktivitas serta harga hasil panen akan meningkat, yang akhirnya terbukti benar.
Hingga kini, Buffett jarang mengunjungi lahan tersebut, namun tetap menikmati hasil investasi yang menguntungkan setiap tahunnya. Contoh ini menunjukkan bahwa lahan pertanian adalah aset yang kokoh dan dapat menjadi peluang investasi, bahkan bagi mereka yang tidak memiliki keahlian di bidang pertanian.
Diketahui, Antara 1991 dan 2023, lahan pertanian di AS mencatatkan return rata-rata 10,52%, mengungguli S&P 500 yang hanya memberikan return 10,07%. Selain itu, lahan pertanian juga mengalahkan real estat dengan return 7,84% dan emas yang rata-rata hanya 5,67%.
Namun, ada kemungkinan return lahan pertanian akan meningkat drastis di masa depan. Hal ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor tak terelakkan seperti urbanisasi, pertumbuhan populasi, dan inflasi.
Sebagai informasi, ekspansi wilayah perkotaan terus mengurangi luas lahan pertanian di AS, dengan 35 juta acre hilang dalam 10 tahun terakhir. Dengan kebutuhan akan 3,2 juta rumah baru, banyak pembangunan akan dilakukan di lahan-lahan pertanian saat ini.
Hal ini dapat menaikkan harga per acre lahan pertanian akibat menurunnya pasokan. Namun, ancaman yang lebih besar datang dari tekanan global terhadap produktivitas lahan akibat pertumbuhan populasi.
Di sisi lain, Populasi global diperkirakan meningkat dari 8 miliar pada 2022 menjadi hampir 10 miliar pada 2050. Kenaikan ini akan memberikan tekanan besar pada lahan pertanian, yang harus meningkatkan produktivitas secara signifikan.
Lebih banyak orang juga bergabung dengan kelas menengah, yang cenderung meningkatkan konsumsi daging. Produksi daging membutuhkan lebih banyak biji-bijian, yang pada akhirnya membebani lahan pertanian yang tersisa.
Inflasi memberikan dampak positif pada nilai lahan pertanian karena harga komoditas seperti jagung, gandum, dan kapas cenderung meningkat. Kenaikan harga ini memberikan pendapatan lebih tinggi bagi pemilik lahan, yang sering kali berujung pada peningkatan nilai lahan itu sendiri.
Selain itu, nilai lahan pertanian secara historis menunjukkan volatilitas rendah dan tidak berkorelasi dengan pasar saham, membuatnya tahan terhadap krisis pasar. Hal ini menjadikan lahan pertanian aset yang menarik untuk diversifikasi portofolio investasi.
(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Ada Darurat Militer, Saham Emiten Korsel di Bursa AS Anjlok
Next Article Gencar Ekspansi di RI, Saham BYD Malah Dilego Warren Buffett