Kemenag Bantul Sebut Belum Ada Regulasi Terkait Bangunan Pesantren

2 hours ago 1

Kemenag Bantul Sebut Belum Ada Regulasi Terkait Bangunan Pesantren Proses evakuasi santri yang tertimbun material bangunan musala yang ambruk. Basarnas mencatat total ada 171 korban dan 67 di antaranya meninggal dunia. - Antara

Harianjogja.com, BANTUL – Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Bantul menyebut pihaknya masih menunggu payung hukum yang detail dari pusat terkait dengan standar teknis atau panduan pendirian gedung pondok pesantren secara nasional. Aturan itu disebut perlu guna dijadikan dasar bagi pengurus dan pihak terkait lainnya guna menghindari insiden seperti yang terjadi di pondok pesantren Al Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur. 

Kepala Seksi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Bantul, Dhani Budianto menyatakan bahwa selama ini belum ada ketentuan spesifik yang mengatur mengenai pengawasan bangunan di lingkungan pesantren, termasuk kepemilikan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) maupun Sertifikat Laik Fungsi (SLF).

“Kami masih menunggu petunjuk dari Kementerian Agama Pusat terkait mekanisme izin dan pengawasan bangunan pesantren,” ujarnya, Selasa (7/10/2025).

Dhani mengungkapkan, hingga saat ini pihaknya belum memiliki data berapa jumlah pesantren di Bantul yang telah mengantongi PBG atau SLF. Kemenag baru mencatat 125 pondok pesantren berizin resmi, dengan total sekitar 21.000 santri tersebar di berbagai kapanewon wilayah itu. 

Meski izin operasional pesantren dikeluarkan oleh Kemenag, Dhani memastikan bahwa aspek kelayakan bangunan selama ini belum menjadi bagian dari evaluasi rutin. Persyaratan yang diatur dalam Undang-Undang Pesantren baru sebatas keberadaan sarana dasar seperti asrama santri, masjid atau musala, serta rumah kiai.

“Selama ini izin pendirian pondok hanya sebatas administratif. Pemeriksaan sarana-prasarana belum menyentuh standar teknis bangunan seperti struktur atau keamanan,” katanya.

Pasca tragedi robohnya bangunan pesantren di Sidoarjo, Dhani mendorong agar pengurus ponpes di Bantul lebih proaktif mengurus perizinan ke Kemenag dan instansi terkait lainnya serta memperhatikan kelayakan bangunan. “Kami imbau pesantren yang benar-benar beroperasi agar mengurus izin operasional. Dengan begitu kami bisa memantau dan memetakan pesantren mana yang layak diprioritaskan dalam bantuan fasilitas,” ujarnya.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) Bantul, Jimmy Simbolon menjelaskan, setiap bangunan di wilayah Bantul wajib melalui prosedur PBG sebelum pembangunan dan SLF setelah selesai dibangun. “Setelah semua syarat lengkap, permohonan masuk ke sistem SIMBG, lalu tim kami evaluasi. Kalau sesuai, dua minggu bisa keluar PBG-nya. Setelah bangunan jadi dan diperiksa, baru dikeluarkan SLF,” jelasnya.

Jimmy juga menegaskan tidak ada perbedaan prosedur antara bangunan pendidikan seperti pondok pesantren dengan bangunan komersial. Namun, ia mengingatkan agar masyarakat tidak menggunakan jasa calo karena seluruh proses bisa dilakukan secara daring. “Kami mendorong semua masyarakat, termasuk pengelola pesantren, untuk mengurus PBG dan SLF dengan benar tanpa perantara. Karena seluruh prosesnya transparan dan bisa dilakukan online,” pungkas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|