REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan mobilitas maupun konsumsi masyarakat selalu meningkat saat periode Natal dan Tahun Baru (Nataru). Faisal menyebut peningkatan tersebut merupakan faktor musiman yang berulang setiap tahun.
"Apakah kemudian lonjakan wisatawan di momen Nataru ini menunjukkan pemulihan daya beli masyarakat? Kita perlu memilahnya dulu, jangan buru-buru mengatakan daya beli sudah pulih," ujar Faisal saat dihubungi Republika di Jakarta, Senin (29/12/2025).
Faisal mengatakan pemerintah menghadirkan berbagai kebijakan yang mendorong peningkatan mobilitas masyarakat di akhir tahun. Ia menyebut program diskon tarif transportasi hingga program work from anywhere (WFA) sebagai stimulus perekonomian.
"Dari sisi daya beli yang sebenarnya sendiri apakah memang mengalami peningkatan? Kalau dari indikator-indikator yang ada, ada yang mendukung ke situ, ada yang tidak," ucap Faisal.
Faisal menyampaikan indeks penjualan ritel barang-barang riil mengalami peningkatan menjelang Nataru. Ia menyebut indeks penjualan tersebut mulai meningkat sejak September 2025.
"Biasanya setelah Lebaran itu turun, anjlok, tapi ini setelah Lebaran, setelah melewati pertengahan tahun, sedikit-sedikit merangkak naik lagi," lanjut Faisal.
Faisal mengungkapkan indikator lain adalah peningkatan sisi belanja, yakni purchasing managers index (PMI), yang dalam tiga hingga empat bulan terakhir mengalami ekspansi. Ia menyebut ekspansi tersebut dipicu peningkatan permintaan domestik.
"Artinya memang ada penambahan spending masyarakat terhadap produk-produk manufaktur di tiga bulan terakhir," ucap Faisal.
Kendati begitu, Faisal menilai dua indikator tersebut belum cukup menggambarkan kondisi daya beli masyarakat secara akurat. Ia menyebut tidak semua indikator makro menunjukkan adanya pemulihan daya beli.
"Apakah ini betul-betul pulih sepenuhnya? Sebetulnya belum terlalu kuat karena sebagian dari indikator yang lain itu juga belum sepenuhnya baik," sambung dia.
Faisal mencontohkan penurunan jumlah penumpang moda transportasi udara. Menurut dia, mayoritas masyarakat memilih menggunakan jalur darat untuk menghabiskan waktu libur Nataru.
"Yang antarpulau ini masih belum terlalu bagus. Bahkan yang lewat pesawat udara itu turun," ungkap Faisal.
Faisal menyampaikan pertumbuhan upah riil masyarakat juga sangat kecil, bahkan mengalami kontraksi sejak 2022 hingga 2025 dengan minus 0,04 persen. Kondisi serupa terjadi pada tingkat tabungan masyarakat di bawah Rp 100 juta untuk dana pihak ketiga yang terus menurun.
"Jadi artinya tidak semua indikator menunjukkan pemulihan," lanjutnya.
Faisal menyampaikan pemulihan daya beli masyarakat baru akan terlihat setelah melewati masa peak season. Ia menyebut titik kritis tersebut akan terjadi pada periode pasca-Tahun Baru maupun pasca-Lebaran.
Faisal berharap pemerintah mewaspadai potensi pelemahan daya beli melalui berbagai instrumen kebijakan, termasuk pelonggaran kebijakan fiskal dan moneter. Ia mendorong pemerintah memberikan perhatian penuh kepada kelompok konsumen yang paling besar berkontribusi terhadap konsumsi nasional, yakni kelas menengah dan calon kelas menengah.
"Kelas menengah dan calon kelas menengah ini kontribusinya 80 persen lebih terhadap total konsumsi. Kalau insentif pelonggaran fiskal dan juga pelonggaran moneter ini menyasar pada kelompok ini yang bisa memulihkan daya beli masyarakat, konsumsi, rumah tangga pada umumnya secara lebih efektif dan juga berkelanjutan," kata Faisal.

2 hours ago
1















































