Media Asing Sorot Nikel RI, Ramal EV Akan Kalah dari Vietnam-Thailand

5 days ago 5

Jakarta, CNBC Indonesia - Kebijakan Indonesia soal nikel disoroti oleh media asing. Bahkan menyebut pasar tanah air kurang menarik dibandingkan negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand.

Laman The Economist mengeluarkan artikel yang mengkritisi kebijakan industri mobil listrik RI berjudul "Just because Indonesia has nickel doesn't mean it should make EVs." Mereka menuliskan soal kebijakan larangan ekspor nikel yang telah terbukti berhasil, namun tak bisa diterapkan untuk industri mobil listrik.

Misalnya pada tahun 2014, Indonesia cukup berani melarang ekspor bijih yang belum diproses. Dengan begitu bisa memaksa perusahaan untuk memurnikannya di dalam negeri dan menarik investasi hingga menciptakan lapangan pekerjaan.

Saat itu banyak yang skeptis dengan kebijakan berani tersebut. Karena ditakutkan akan ada penurunan pendapatan dari ekspor akan memperlebar defisit transaksi dan membebani rupiah.

Kekhawatiran itu tak terbukti. Indonesia punya cadangan nikel terbesar dan dengan berani melakukan larangan ekspor penuh pada 2020.

The Economist menilai pemerintah baru di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto ingin melangkah lebih jauh. Kabarnya orang-orang di sekitar Prabowo bermimpi membangun rantai pasokan mobil listrik dari atas ke bawah, dengan alasan sumber daya alam.

Namun kembali The Economist skeptis dengan rencana tersebut. Sebab kekuatan nikel sebagai bahan baku penting baterai EV tidak sama dengan seluruh rantai pasok kendaraan listrik.

Laman itu menuliskan bahan baku hanya sebagian kecil dari biaya EV. Indonesia juga disebut kurang menarik dari faktor lain dibandingkan Vietnam dan Thailand misalnya terkait kapasitas logistik dan pengetahuan lokal.

Media tersebut juga menekankan soal baterai berbasis nikel yang lebih mahal bukan yang diinginkan konsumen lokal. Mereka lebih suka menggunakan baterai lithium yang lebih murah.

Salah satu yang disoroti ongkos mewujudkan impian tersebut sangat mahal. Meski keuangan sehat, namun akan ada beban fiskal yang berat.

Rantai pasokan yang mungkin tercipta, tapi di sisi lain biayanya bisa jauh dari manfaat yang didapatkan.

Produsen mobil asing yang diharapkan melatih talenta lokal juga tak bisa begitu diharapkan, karena skalanya tidak besar. Sumber daya manusia yang kurang ahli mungkin akan membuat perusahaan asing memilih memasukkan tenaga asing dengan keterampilan yang tinggi.


(fsd/fsd)

Saksikan video di bawah ini:

Video: "Senjata" Vietnam Yang Ancam Ekonomi RI & Jadi Penguasa ASEAN

Next Article Bahlil: Industri Mobil Listrik Dunia Bergantung pada RI!

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|