Pejuang Hamas berdiri dalam formasi menjelang upacara penyerahan sandera Israel ke Palang Merah di Nuseirat, Jalur Gaza, 22 Februari 2025.
REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV— Analis politik Yedioth Ahronoth, Nadav Eyal, membahas perang genosida Israel di Gaza dengan menyatakan perjanjian prospektif antara Hamas dan Israel tidak akan mengarah pada lenyapnya gerakan tersebut dari Gaza.
Dalam sebuah artikel yang panjang, dikutip dari Aljazeera, Selasa (7/10/2025), analis tersebut menggambarkan perang di Gaza sebagai tantangan terbesar dalam sejarah tentara Israel.
Dia mengutip perkataan seorang komandan senior Staf Umum IDF, dan mencatat bahwa penghapusan Hamas secara menyeluruh tidak pernah menjadi tujuan pemerintah Israel atau lembaga keamanan.
Eyal mengatakan perjanjian yang sedang dibahas dianggap oleh banyak orang di Israel sebagai pencapaian politik dan keamanan.
Tetapi perjanjian itu tidak mencapai apa yang dipromosikan oleh pemerintah Benjamin Netanyahu pada awal perang untuk menghapus kekuasaan Hamas.
Dia menyebut apa yang dapat dicapai dengan kekuatan militer telah tercapai, tetapi gerakan itu tidak akan hilang.
Analis politik tersebut menekankan bahwa penghancuran kemampuan militer dan administratif Hamas telah tercapai menurut perkiraan Israel, tetapi penghancurannya adalah tujuan yang tidak realistis.
Hal ini karena Hamas adalah gerakan populer yang berakar di masyarakat Palestina, yang tidak dapat dibongkar sebagai sebuah organisasi kecuali dalam satu kasus kuat dan mungkin itu pun tidak menjadi jaminan.
Ini akan menjadi pendudukan militer yang komprehensif dan berjangka panjang di Jalur Gaza di bawah kendali penuh Israel, termasuk administrasi sipil dan keamanan.