Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan bahwa pengembangan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) bauksit di Indonesia masih menghadapi kendala. Hal ini terlihat dari progresnya yang belum signifikan jika dibandingkan dengan hilirisasi nikel.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno menilai bahwa pengembangan smelter bauksit memiliki tantangan tersendiri. Salah satunya yakni rendahnya tingkat pengembalian investasi (IRR) yang menyebabkan perusahaan-perusahaan berpikir dua kali untuk berinvestasi.
"Kalau kendalanya, kalau dibandingkan dengan Nikel memang IRR-nya relatif lebih rendah si bauksit. Jadi balik modalnya lumayan lah, lumayan betul," ujar Tri ditemui di Gedung Kementerian ESDM, dikutip Jumat (15/11/2024).
Sementara itu, saat disinggung mengenai kemungkinan pembentukan konsorsium bagi perusahaan yang belum mampu membangun smelter sendiri, Tri menyebut bahwa opsi tersebut belum menjadi prioritas saat ini. Namun yang pasti pihaknya masih fokus pada proyek-proyek yang sedang berjalan.
"Kita fokus dulu yang sedang berjalan lah, sambil lebih hilir lagi. Kan tujuannya hilirisasi kan sampai ke end product-nya," kata dia.
Sebelumnya, Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif mendorong pengusaha bauksit membentuk konsorsium untuk merealisasikan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter).
Hal tersebut menyusul progres pembangunan proyek smelter bauksit di dalam negeri yang hingga kini belum menunjukkan hasil signifikan lantaran terkendala pendanaan. "Kalau memang gitu bisa enggak ada solusi, ya bergabung lah. (Bikin konsorsium) kalau bisa. Ini kan saran aja," kata Arifin ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (2/2/2024).
Arifin membeberkan dari rencana pembangunan 12 smelter bauksit di dalam negeri, baru ada 4 smelter yang sudah beroperasi. Sisanya, sebanyak 8 proyek smelter bauksit masih dalam tahap pembangunan.
Bahkan, berdasarkan peninjauan ke lapangan, terdapat perbedaan yang sangat signifikan dengan hasil verifikator independen. Temuan di lapangan menunjukkan dari 8 proyek smelter, 7 lokasi smelter masih berupa tanah lapang.
"Walaupun dinyatakan dalam laporan hasil verifikasi ditunjukkan kemajuan pembangunan sudah mencapai kisaran antara 32% sampai 66%," kata Arifin dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR RI, Rabu (24/5/2023).
Berikut 8 perusahaan yang hingga saat ini belum menuntaskan pembangunan proyek smelternya:
1. PT Quality Sukses Sejahtera berlokasi di Kec. Tayan Hilir, Kab. Sanggau, Kalbar dengan rencana investasi perusahaan dalam proyek ini US$ 484,3 juta.
2. PT Dinamika Sejahtera Mandiri berlokasi di Kec. Toba, Kab. Sanggau, Kalbar dengan rencana investasi US$ 1,2 miliar.
3. PT Parenggean Makmur Sejahtera berlokasi di Kec. Campaga & Cempaga Hulu, Kab. Kotawaringin Timur, Kalteng dengan rencana investasi US$ 509 juta.
4. PT Persada Pratama Cemerlang berlokasi di Kec. Meliau, Kab. Sanggau, Kalbar dengan rencana investasi sebesar US$ 474 juta.
5. PT Sumber Bumi Marau berlokasi di Kec. Marau dan Jelai Hulu, Kab. Ketapang, Kalbar dengan rencana investasi sebesar US$ 550 juta.
6. PT Kalbar Bumi Perkasa berlokasi di Kec. Tayan Hilir, Kab. Sanggau, Kalbar dengan rencana investasi US$ 1,58 miliar.
7. PT Laman Mining berlokasi di Kec. Matan Hilir Utara, Kab. Ketapang, Kalbar dengan rencana investasi US$ 1,05 miliar.
8. PT Borneo Alumina Indonesia Kab. Mempawah, Kalbar dengan rencana investasi US$ 831,5 juta.
(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Proyek Hilirisasi Bauksit-Aluminium Terintegrasi Pertama di RI
Next Article Pak Jokowi Jangan Cuma Lihat Nikel, Hilirisasi Komoditas Ini Mandek!