Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah tengah mewacanakan agar pemberian tunjangan hari raya (THR) dimajukan alias cair lebih cepat dan pemberlakuan sistem bekerja dari mana pun (work from anywhere/ WFA) menjelang libur Lebaran 2025. Wacana ini untuk mengantisipasi potensi kemacetan efek arus mudik libur Lebaran.
Namun penolakan justru berasal dari kalangan pekerja, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek) Mirah Sumirat menilai pemberian THR dipercepat justru tidak tepat.
"Di aturan seminggu sebelum hari raya, nah tapi rata-rata sebagian besar perusahaan memberi dua minggu sebelum Hari Raya, kalau itu mau dimajukan jadi sebulan sebelum Hari Raya? Saya rasa itu malah nggak efektif, jadi habis nggak karuan. Uang itu diperuntukkan untuk Hari Raya, jadi sesuai aturan saja lah," katanya kepada CNBC Indonesia, Jumat (7/2/2025).
Pemberian THR yang dipercepat justru bisa membuat uang yang ada habis tidak jelas, sehingga berpotensi membuat pekerja jadi tidak bisa pulang kampung.
Terpisah, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi menyampaikan sikap berbeda. Menurutnya, pencairan THR lebih cepat akan memberi ruang lebih leluasa bagi pekerja untuk berbelanja kebutuhan Lebaran.
"Soal THR, pada prinsipnya, THR harus sesuai jadwal, paling lambat 7 hari sebelum Hari Raya dan tidak dicicil. Kalau kemudian dipercepat ya Alhamdulilah. Terman-teman bisa lebih leluasa meng-cover kebutuhan-kebutuhan Hari Raya," katanya kepada CNBC Indonesia.
"Tapi, yang lebih mendasar lagi adalah kepastian semua pekerja mendapatkan THR sebelum Hari Raya. Sebab sejak Covid-19 sampai Hari Raya kemarin (2024) masih saja terjadi tidak ada kepastian. Sampai Hari Raya pekerja tidak ada kepastian mendapat THR atau tidak," tukas Ristadi.
WFA Sulit Diterapkan
Tak hanya itu, rencana pemberlakuan WFA juga dirasa tidak efektif karena sangat berkaitan dengan faktor lain.
"Saya dapat info itu ide Kemenhub supaya orang pulang ke kampung lebih cepat. Persoalannya anak sekolah belum ada keputusan, apa Lebaran diliburkan satu bulan atau tidak? Perusahaan juga punya aturan main, apalagi swasta. Mungkin ASN, TNI, Polris bisa, tapi kalau swasta nggak, punya peraturan sendiri," sebut Mirah.
Sehingga kebijakan WFA dinilai tidak berpengaruh pada menurunnya tingkat kemacetan, sedangkan kebijakan ini bertujuan untuk menekan kemacetan utamanya menjelang lebaran.
"Soal macet cari solusi lain. Apa sudah kajian THR dipercepat nggak macet? Kan aneh kalau belum ada kajian ambil keputusan buru-buru," sebut Mirah.
"Apalagi tidak semua pekerjaan bisa dikerjakan dari mana saja. Seperti operator produksi tidak bisa bekerja dari tempat lain, sehingga harus datang ke lokasi tempat ia bekerja," tukasnya.
Mirah pun mengingatkan hak dan kewajiban pekerja tidak boleh berubah meski WFA diberlakukan.
"Kalau pun di-WFA-kan silahkan aja, asal nggak ada hak yang dikurangi, jam kerja sesuai. Jangan mentang-mentang WFA, jam kerja nggak jelas. Kalau 8 jam kerja ya udah, lebih dari itu lembur. Begitu juga WFA, jangan WFA jam kerja serampangan dari pagi sampai malam juga, itu nggak boleh. Hak upah juga jangan dipotong gara-gara WFA," cetus Mirah.
(dce)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Menhub Usul THR Dipercepat, Kemnaker Bilang Gini
Next Article Kisruh Kursi Ketum Kadin, Serikat Buruh Ngaku Sangat Terganggu