REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA, – Wakil Menteri Kehutanan Indonesia, Rohmat Marzuki, menyatakan pada Rabu bahwa penguatan kehutanan sosial, konservasi sumber daya alam, dan program pembangunan kehutanan dapat mempercepat transisi negara menuju ekonomi hijau.
"Pemerintah akan terus memperkuat kehutanan sosial sebagai strategi nasional untuk menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan, dan melestarikan hutan," kata Marzuki dalam sebuah pernyataan yang dirilis di Jakarta.
Program kehutanan sosial Indonesia telah mencakup sekitar 8,3 juta hektare dan memberi manfaat bagi lebih dari 1,4 juta rumah tangga di seluruh negeri.
Di Provinsi Maluku, pihak berwenang telah mengeluarkan 171 izin kehutanan sosial yang mencakup sekitar 240 ribu hektare, melibatkan lebih dari 33 ribu rumah tangga.
Upaya ini telah mendorong terbentuknya 533 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS), menghasilkan estimasi transaksi ekonomi sebesar Rp3,85 miliar (sekitar $237,000) tahun ini.
Maluku juga telah meluncurkan ekspor produk hutan non-kayu pertamanya, mengirim 30 ton resin damar senilai Rp570 juta ke India dan 15 ton pala senilai Rp1,5 miliar ke China melalui pelabuhan Yos Sudarso di Surabaya.
Produk-produk tersebut berasal dari hutan yang dikelola masyarakat di Rambatu, Morella, Tawanesiwa, Soribang, dan Hutumuri.
Ekspor ini telah menciptakan lapangan kerja baru, termasuk bagi 36 perempuan lokal yang bekerja dalam penyortiran pala, masing-masing mendapatkan penghasilan antara Rp2,5 juta dan Rp3 juta per bulan.
Marzuki mengatakan inisiatif ini menandai babak baru dalam pengelolaan hutan di Maluku, menunjukkan bahwa manfaat ekonomi, ekologi, dan sosial dapat berjalan seiring dalam mengejar ekonomi hijau nasional.
"Maluku diharapkan menjadi contoh bagaimana hutan dapat dikelola secara berkelanjutan oleh komunitas adat," tambahnya.
Konten ini diolah dengan bantuan AI.
sumber : antara