Tiga Adab Jima’ dalam Islam, Sebelum hingga Sesudah Berhubungan. Foto: Ilustrasi bunga mawar.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pernikahan merupakan sunah Nabi Muhammad SAW yang sangat dianjurkan bagi umat Islam. Salah satu tujuan pernikahan adalah melahirkan keturunan yang shaleh dan shalehah. Untuk itu, Islam tidak hanya menganjurkan menikah, tetapi juga memberikan tuntunan tentang adab hubungan suami istri.
Dalam buku Wejangan Pengantin Anyar & Terjemah Fathul Izar karya Firman Arifandi, dijelaskan tiga adab jima’ atau hubungan intim, yakni sebelum, ketika, dan setelah berhubungan.
Sebelum Jima’
Seorang suami dianjurkan untuk mendahului jima’ dengan bermesra agar hati istri merasa tenang. Selain itu, terdapat anjuran untuk menghindari posisi yang bisa memberatkan atau membahayakan kesehatan istri, seperti posisi berlutut, tidur miring, atau menempatkan istri di atas.
Posisi yang dianggap paling baik menurut para fuqaha dan ahli medis adalah ketika istri terlentang dengan bokong diganjal bantal dan suami mendatangi dari atas.
Sebelum memulai, suami dianjurkan membaca ta’awudz dan basmalah, sekaligus membangkitkan syahwat istri agar hubungan lebih harmonis.
Ketika Jima’
Adab ketika berhubungan menekankan kelembutan. Suami dianjurkan tidak tergesa-gesa, serta menahan keluarnya mani hingga istri lebih dulu mencapai puncak (inzal). Hal ini dinilai dapat menumbuhkan rasa cinta di hati pasangan.
Selain itu, seorang suami tidak dianjurkan melakukan ‘azl (mengeluarkan mani di luar vagina) karena bisa merugikan pihak istri.