Pengusaha Tekstil Teriak Diabaikan: Impor Merajalela-Pabrik Ambruk

3 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengusaha tekstil di Tanah Air kembali mendesak pemerintah tegas mengatasi serbuan barang impor, termasuk yang ilegal dan merangsek pasar domestik.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengtatakan, tutupnya 60 perusahaan tekstil di dalam negeri, seharusnya cukup menjadi pukulan telak bagi pemerintah. Dia meminta pertanggungjawaban pemerintah atas terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan tumbangnya 60 perusahaan di Tanah Air, terbaru ada Sritex (dalam pailit).

"Dalam 2 tahun terakhir pemerintah sepertinya telah secara sengaja membiarkan sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) berada dalam tekanan produk impor," katanya dalam keterangan resmi, Senin (10/3/2025).

"Pemerintah sudah sangat paham jika permasalahan utama sektor TPT adalah banjirnya barang impor murah yang masuk, baik secara legal maupun ilegal," sambungnya.

Karena itu, tukas Redma, solusi yang dibutuhkan sudah jelas. Yakni, dengan memberantas praktik importasi ilegal dengan penegakan hukum dan perbaikan kinerja bea cukai.

Dia pun menyoroti polemik kebijakan impor yang diterapkan pemerintah. Di mana yang semula diatur dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 36/2023, kemudian berulangkali direvisi hingga direlaksasi dengan Permenag No 8/2024 mengatur hal serupa.

"Pemerintah setengah hati melakukannya (pemberantassan impor ilegal), sehingga Permendag No 36/2023 hanya berlaku 3 bulan dan kemudian direlaksasi lagi jadi Permendag No 8/2024. Apa lagi yang ilegal, pemerintah tutup mata bahkan enggan mengakuinya, seakan semua baik-baik saja, padahal mudah dilihat kasat mata," tukas Redma.

Praktik Impor Borongan Hantam Industri Nasional

Dalam keterangan yang sama, Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB) Nandi Herdiaman menambahkan hal senada. Dia mengatakan, PHK dan penutupan pabrik yang terungkap hanya perusahaan menengah besar saja. Padahal, ucapnya, jumlah PHK di industri kecil menengah (IKM) jauh lebih besar.

"IKM yang tutup saja jumlahnya hampir mencapai 1.000 unit dengan tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan mencapai ratusan ribu orang. IPKB kecewa dengan kinerja pemerintah, khususnya Menteri Keuangan yang membiarkan buruknya kinerja Bea Cukai terus berlanjut," ungkap Nandi.

"Ibu Menteri membiarkan jajarannya menjalankan praktik impor borongan, padahal negara sedang membutuhkan pendapatan untuk menjalankan program-programnya. Barang impor dibiarkan masuk tanpa membayar bea masuk dan pajak. Sedangkan pajak kami dinaikkan, kami dipaksa untuk bersaing dengan barang impor yang tidak bayar pajak," tambahnya.

Persoalan ini, imbuh dia, menjadi tugas besar bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

"Permasalahan banjir impor ini memang sengaja dibiarkan karena memang banyak oknum birokrasi di pemerintahan mendapatkan keuntungan dari praktik ilegal ini. Kami harap Presiden Prabowo segera membersihkannya," kata Nandi.


(dce/dce)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Pailit & PHK Sritex, DPR Perintahkan Revisi Permendag 8/2024

Next Article Pengusaha Tekstil Tunjuk Borok Industri RI, Bisa Jegal Target Prabowo

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|