Jakarta, CNBC Indonesia - Gempa besar M7,1 yang mengguncang Jepang Selatan pada Jumat, 8 Agustus 2024 pukul 14.42.58 WIB lalu membuka kembali tabir potensi bencana di Indonesia. Gempa yang terjadi di Megathrust Nankai Jepang Selatan itu memicu kekhawatiran ilmuwan Jepang akan ancaman besar yang mengintai.
Hal itu bukan tanpa alasan. Sebab, di zona megathrust ini terdapat palung bawah laut sepanjang 800 kilometer yang membentang dari Shizouka di sebelah barat Tokyo hingga ujung selatan Pulau Kyushu. Gempa M7,1 yang memicu tsunami itu dikhawatirkan menjadi pembuka gempa dahsyat berikutnya di Sistem Tunjaman Nankai.
Sontak muncul pertanyaan, bagaimana dengan Indonesia? Sebab, bukan rahasia umum, Indonesia dikenal sebagai negara rawan gempa, disebut-sebut berada di Ring of Fire alias Cincin Api Pasifik.
Apakah megathrust juga mengancam Indonesia? Jika megathrust Nankai kembali memicu gempa besar apakah akan memicu retakan di Indonesia?
Apalagi, setelah gempa Nankai itu, tercatat ada 7 kali gempa yang mengguncang Indonesia.
Sebenarnya, mengutip catatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), megathrust bukan hal baru bagi Indonesia. Kewaspadaan efek megathrust ini diakui telah ada jauh sebelum gempa Nankai tersebut.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati bercerita, bagaimana Indonesia belajar dari Gempa dan Tsunami Aceh yang terjadi pada 26 Desember 2004 silam.
Gempa M9,1 yang mengguncang pukul 07.58.53 WIB itu mengguncang wilayah pantai barat Aceh dan memicu tsunami besar dan memporak-porandakan pantai-pantau di Asia Tenggara, Asia Selatan, bahkan Afrika. Diperkirakan lebih dari 227 ribu orang meninggal dunia akibat gempa dan tsunami tersebut.
Saat rapat kerja di DPR pada 29 Oktober 2024 lalu, Dwikorita pun berharap BMKG selalu mendapat dukungan dalam menghadapi potensi ancaman akibat megathrust di Indonesia. Dan menjadikan gempa-tsunami Aceh 2024 jadi pelajaran.
Di kesempatan lain, Dwikorita mengungkapkan salah satu keunggulan Jepang dalam menghadapi ancaman bencana seperti gempa akibat megathrust. Jepang, tuturnya, telah mencatat dan meneliti gempa yang melanda negara itu sejak 1.000-an tahun lalu. Hal itu dilakukan untuk menata mitgasi bencana yang diterapkan.
"Kami, BMKG, belajar dari Jepang. Kami, di BMKG ini, juga bersama-sama dengan Indian Ocean Tsunami Early Warning and Mitigation System, kami juga menggali sejarah gempa masa lalu," katanya.
"Masyarakat di sana sangat kompak. Tujuannya menggali sejarah itu tadi untuk mitigasi. Mereka tidak terus panik, khawatir, terus jadi sibuk. Sibuknya itu bukan sibuk bertindak, tapi malah sibuk berdiskusi, berwacana. Sibuk yang kurang efektif dan produktif. Di sana gali sejarah bukan untuk ketakutan, tapi mengevaluasi mitigasinya," tambah Dwikorita.
Diinterogasi Polisi Gegara Megathrust
Dengan literasi soal gempa - bencana yang sudah dimiliki sejak ratusan tahun lalu, imbuh dia, warga Jepang tidak lagi menjadi publik yang kagetan ketika mendapat informasi soal bencana.
Alhamdulilah, lanjut Dwikorita, di Indonesia, kekompakan itu sudah mulai terbentuk. Terutama sejak gempa dan tsunami menghantam wilayah Aceh pada tahun 2004 silam.
Dia pun bercerita pengalamannya saat BMKG mengungkapkan potensi ancaman bencana di Indonesia.
Kala itu, tepatnya tahun 2018, BMKG memperingatkan potensi ancaman gempa besar di Indonesia. Hal itu lalu memicu kehebohan.
Bahkan, Dwikorita harus berurusan dengan pihak Kepolisian. Meski, dia mengakui, proses itu menjadi bagian yang harus dialami.
"Untuk menuju ke tidak (tidak heboh, tidak kagetan, tidak gumunan, tidak gaduh) itu harus melalui tahap kaget dulu. Memang harus melalui fase seperti itu, tapi jangan terlalu lama," ujarnya.
"Pertama kali kami dipanggil Polda nih, seminar tentang ini (ancaman gempa megathrust). Tahun 2018. Karena masyarakat menjadi kaget, gumun, heboh. Karena dianggap meresahkan, kami diinterogasi, dipanggil Polda. Alhamdulillah sekarang kami sudah menjadi erat dengan Polda," tutur Dwikorita.
Dia mengatakan, publik yang tidak kagetan dan heboh saat merespons informasi mengenai potensi bencana akan membantu upaya mitigasi bencana. Selain itu, imbuh dia, faktor yang penting adalah transparansi.
"Tidak ada pengingkaran dan selalu belajar. Pengingkaran misalnya, karena, misalnya kita dipanggil Polda, lalu kami mengingkari, 'Nggak kok, nggak ada megathrust. Itu Hoax'. Nah ini pengingkaran," sebut Dwikorita.
"Kami kan belajar dari Jepang. Kami katakan memang ada. Tapi kan kami tujuannya bukan untuk kecemasan, ketakutan. Tapi, mari kita sempurnakan mitigasi kita. Dan tekad kuat mewujudkan mitigasi yang konkret. Sadar dengan keyakinan kuat bahwa mitigasi akan menyelamatkan kita," tegasnya.
Dwikorita pun mengingatkan, wilayah Indonesia memang kawasan rawan gempa kuat dan tsunami akibat banyaknya sumber gempa.
"Sumbernya itu tidak hanya megathrust. Jangan dilupakan. Kita sibuk megathrust, patahan yang ada di darat, di bawah kaki kita. Yang ada di Sumatra, di Jawa, di Sulawesi. Patahan-patahan ini juga berbahaya meski magnitudonya tidak mega, hanya 5 koma sekian, faktanya rumah pada roboh. Karena rumah belum standar tahan gempa," cetusnya.
"BMKG mengkoordinasikan gerakan memetakan patahan aktif, bersama BRIN, perguruan tinggi, yang belum terpetakan," ujarnya.
Demikian disampaikannya dalam Webinar Waspada Gempa Megathrust yang digelar online oleh Departemen Teknik Geofisika ITS bersama PVMBG, Selasa (20/8/2024).
Informasi potensi gempa megathrust, lanjutnya, bukan prediksi atau peringatan dini. Karena itu, dia mengimbau agar tidak dimaknai keliru, seolah akan terjadi dalam waktu dekat.
"Kami belum bisa memprediksi gempa, mau megathrust, minithrust. Kami sudah mulai tapi akurasinya belum sehingga tidak kami terapkan. Masyarakat diimbau untuk tetap beraktivitas seperti biasa," kata Dwikorita.
"Informasi potensi gempa dan tsunami merupakan upaya persiapan untuk mencegah risiko kerugian sosial ekonomi dan korban jiwa. Potensi Gempa dan Tsunami akan selalu ada dan kapan terjadinya tidak dapat diprediksi, sehingga upaya mitigasi tetap harus terus disiapkan," ucapnya.
Deret Megathrust di Indonesia, Bisa Picu Gempa Besar
Terpisah, Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono menegaskan, gempa - tsunami yang dipicu megathrust Nankai pada Agustus 2024 lalu tidak berhubungan dengan 7 gempa yang melanda Indonesia setelahnya.
"Tidak ada ada sama sekali (hubungan rentetan gempa pasca-megathrust di Jepang). Gempa kita memang banyak," katanya kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (14/8/2024).
Indonesia, lanjut Daryono, merupakan wilayah dengan aktivitas kegempaan tinggi. Hal itu disampaikan dalam Webinar Update Gempa Indonesia dan Jawa Timur yang digelar Teknik Geofisika ITS bersama MTI, IGI Jatim, MGMP Geografi Jatim, dan Tunas Hijau, ditayangkan di akun Youtube Teknik Geofisika ITS, 13 Juli 2024.
Dia memaparkan, hasil monitoring gempa oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menunjukkan, setidaknya ada 6.000 kali gempa yang mengguncang wilayah Indonesia setiap tahunnya. Dengan magnitudo dan kedalaman yang bervariasi. Data BMKG menunjukkan, ada peningkatan aktivitas gempa di wilayah Indonesia.
"Indonesia berada di pertemuan 3 lempeng utama dunia. Yaitu Indo Australia, Pasifik, dan Eurasia. Dampaknya, Indonesia memiliki 13 segmen megathrust, yaitu sumber gempa yang mampu memicu gempa besar," katanya.
"Tak hanya itu. Terdapat 295 segmen sesar aktif yang sudah teridentifikasi. Namun, masih banyak lagi yang belum teridentifikasi. Kondisi itu menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara rawan gempa," ujar Daryono.
Daryono menambahkan, Indonesia rawan gempa karena memang berada di daerah yang tertekan.
"Dari Selatan ditekan Australia, ditekan Lempeng Laut Pasifik, Laut Filipina, dan juga aspek tektonik escape dari Indo China yang menekan Indonesia. Karena India itu menekan ke Utara, maka Indo China itu menekan kita. Jadi Indonesia itu terkepung dari berbagai arah, sehingga sumber gempanya banyak," papar Daryono.
"Sampai saat ini, lanjut dia, juga masih banyak sumber gempa atau sesar yang belum terpetakan. Dia pun mengingatkan potensi-potensi gempa merusak yang sebenarnya masih belum dikenal. Termasuk, gempa-gempa dengan kedalaman di atas 300 km di bawah laut (gempa deep focus) yang sampai saat ini pemicunya masih dalam perdebatan," terangnya.
Foto: Penampakan Tsunami efek Megathrust di Aceh tahun 2024, tangkapan layar Youtube Komisi V DPR RI - paparan Kepala BMKG dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR, Selasa (29/10/2024). (Tangkapan layar)
Penampakan Tsunami efek Megathrust di Aceh tahun 2024, tangkapan layar Youtube Komisi V DPR RI - paparan Kepala BMKG dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR, Selasa (29/10/2024). (Tangkapan layar)
Daftar 13 Segmen Megathrust Ancam Wilayah RI
Mengacu pada Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia tahun 2017, berikut daftar 13 segmen megathrust yang mengancam Indonesia:
1. megathrust Mentawai-Pagai dengan potensi gempa M8,9
2. megathrust Enggano dengan potensi gempa M8,4
3. megathrust Selat Sunda dengan potensi gempa M8,7
4. megathrust Jawa Barat-Jawa Tengah dengan potensi gempa M8,7
5. megathrust Jawa Timur dengan potensi gempa M8,7
6. megathrust Sumba dengan potensi gempa M8,5
7. megathrust Aceh-Andaman dengan potensi gempa M9,2
8. megathrust Nias-Simelue denga potensi gempa M8,7
9. megathrust Batu dengan potensi gempa M7,8
10. megathrust Mentawai-Siberut dengan potensi gempa M8,9
11. megathrust Sulawesi Utara dengan potensi gempa M8,5
12. megathrust Filipina dengan potensi gempa M8,2
13. megathrust Papua dengan potensi gempa M8,7.
Ancaman Megathrust di Indonesia Tinggal Tunggu Waktu?
Di sisi lain, Daryono mengakui, kekhawatiran ilmuwam Jepang terhadap Megathrust Nankai saat ini sama persis yang dirasakan dan dialami oleh ilmuwan Indonesia. Khususnya terhadap "Seismic Gap" Megathrust Selat Sunda (M8,7) dan Megathrust Mentawai-Suberut (M8,9).
"Rilis gempa di kedua segmen megathrust ini boleh dikata "tinggal menunggu waktu". Karena kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar," kata Daryono.
Lantas, apakah gempa megathrust di kedua lokasi ini bisa diprediksi?
"Terkait rilis gempa di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut "tinggal menunggu waktu" yang kami sampaikan sebelumnya, hal ini dikarenakan kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar, tetapi bukan berarti segera akan terjadi gempa dalam waktu dekat. Dikatakan "tinggal menunggu waktu" disebabkan karena segmen-segmen sumber gempa di sekitarnya sudah rilis gempa besar semua, sementara Selat Sunda dan Mentawai-Siberut hingga saat ini belum terjadi," terang Daryono.
Dia menegaskan, sampai saat ini belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi yang dengan tepat dan akurat mampu memprediksi terjadinya gempa. Baik itu menyangkut kapan, di mana, dan berapa kekuatannya.
"Sehingga kita semua juga tidak tahu kapan gempa akan terjadi, sekalipun tahu potensinya. Sekali lagi, informasi potensi gempa megathrust yang berkembang saat ini sama sekali bukanlah prediksi atau peringatan dini, sehingga jangan dimaknai secara keliru, seolah akan terjadi dalam waktu dekat," tegas Daryono.
"Untuk itu, kepada masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan beraktivitas normal seperti biasa, seperti melaut, berdagang, dan berwisata di pantai. BMKG selalu siap memberikan informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami dengan cepat dan akurat," cetusnya.
Foto: Peta Megathrust Ancam RI. (Dok. BMKG)
Peta Megathrust Ancam RI. (Dok. BMKG)
Sebagai langkah antisipasi dan mitigasi, BMKG sudah menyiapkan system monitoring, processing dan diseminasi informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami yang semakin cepat dan akurat.
"BMKG selama ini memberikan edukasi, pelatihan mitigasi, drill, evakuasi, berbasis pemodelan tsunami kepada pemerintah daerah, stakeholder, masyarakat, pelaku usaha pariwisata pantai, industri pantai dan infrastruktur kritis (pelabuhan dan bandara pantai) yang dikemas dalam kegiatan Sekolah Lapang Gempa bumi dan Tsunami (SLG), BMKG Goes To School (BGTS) dan Pembentukan Masyarakat Siaga tsunami (Tsunami Ready Community)," sebutnya.
"Harapan kita, semoga upaya kita dalam memitigasi bencana gempa bumi dan tsunami dapat berhasil dengan dapat menekan sekecil mungkin risiko dampak bencana yang mungkin terjadi, bahkan hingga dapat menciptakan zero victim," pungkas Daryono.
(dce/dce)
Saksikan video di bawah ini:
Video: La Nina Terjadi di Musim Hujan, BMKG Ingatkan Wilayah Ini
Next Article BMKG Ungkap Gempa Megathrust RI Hanya Tunggu Waktu, Cek Zona Merahnya