Jakarta, CNBC Indonesia - Pengesahan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset masih jauh panggang dari api. Fakta tersebut terlihat dari tidak masuknya RUU Perampasan Aset ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 yang telah disahkan DPR pada pertengahan November kemarin.
Dari 41 RUU yang masuk daftar tersebut, justru RUU Tax Amnesty atau pengampunan pajak yang muncul di 'tikungan terakhir'. RUU Tax Amnesty yang akan memberikan pengampunan kepada para orang kaya pengemplang pajak dimasukan dengan dalih untuk menambah kas negara. Sementara, RUU Perampasan Aset yang diyakini akan membuat koruptor jera sekaligus bisa mengisi kas negara hanya masuk dalam Prolegnas jangka menengah 2025-2029.
Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Yunus Husein meyakini RUU Perampasan Aset memiliki beragam manfaat untuk pemberantasan korupsi hingga menambah pundi-pundi kas negara. Dia mengatakan RUU ini tak hanya mengincar harta para koruptor, tapi juga pelaku tindak pidana lain seperti judi online.
"Jadi ruang lingkup RUU perampasan aset itu tidak hanya korupsi tapi segala tindak pidana," kata Yunus dalam program Power Lunch di CNBC Indonesia, dikutip Senin, (25/11/2024)
Yunus mengatakan banyak kisah sukses negara lain menerapkan UU Perampasan Aset untuk mengejar harta para penjahat. Dia mencontohkan Kolombia yang menggunakan UU serupa untuk mengejar harta gembong narkoba. Sementara di Indonesai, kata dia, RUU ini dapat dipakai untuk memberantas korupsi dan memiskinkan para koruptor.
"Kalau di Indonesia kebetulan korupsinya tinggi sekali, memang itu target utama kita," kata dia.
Dia mengatakan RUU Perampasan Aset ini juga dapat diterapkan untuk kejahatan lain seperti perpajakan, lingkungan hidup, perbankan hingga penipuan. Dia kembali mencontohkan kisah sukses Australia dalam merampas harta koruptor untuk kepentingan mengisi kas negara.
Yunus menjelaskan Australia memiliki UU Unexplain Wealth atau harta yang tidak dapat dijelaskan asal-usulnya. Dalam peraturan itu, kata dia, seorang pejabat yang tidak bisa menjelaskan asal-usul hartanya, maka kekayaannya wajib dirampas oleh negara.
Dia mencontohkan ada seorang pejabat yang melaporkan hartanya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan pajak sebesar Rp 100 miliar. Setelah diselidiki, ternyata si pejabat hanya mampu menjelaskan asal-usul uangnya sebesar Rp 80 miliar yang berasal dari aktivitas legal. Ketika pejabat itu gagal membuktikan sisa harta yang dia miliki adalah sah, maka uang tersebut bisa diambil negara. "Maka Rp 20 miliar itu dirampas negara," ujar Yunus.
Yunus mengatakan sudah menyampaikan urgensi pengesahan RUU Perampasan Aset langsung kepada Presiden Joko Widodo pada September 2023 di Istana Bogor. Ketua Tim Percepatan Reformasi Hukum itu menyebut Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD, serta Menteri Sekretaris Negara Pratikno ikut hadir.
Yunus mengatakan ketika menerima laporan tentan RUU Perampasan Aset, Jokowi menjawab sudah berbicara dengan semua ketua umum partai politik. Jokowi, kata dia, menyebut semua ketua umum partai sebenarnya sudah merestui dimulainya pembahasan RUU tersebut. Namun sayangnya, kata dia, DPR tak kunjung memulai pembahasan RUU tersebut.
"DPR-nya enggak maju-maju," kata dia.
(rsa/haa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Amran Sulaiman Bakal "Sikat" Mafia Impor & Koruptor di Kementan
Next Article Terima Putusan DPR Soal RUU Pilkada, Jokowi Ungkit RUU Perampasan Aset