Sultan HB X Minta Kasus Keracunan MBG Tak Terulang di DIY

1 hour ago 7

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X meminta agar kasus keracunan akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak kembali terjadi di wilayahnya. Seluruh pihak terkait, termasuk para bupati dan wali kota diminta untuk memperketat pengawasan terhadap penyediaan makanan dalam program MBG tersebut.

Pernyataan ini menyusul pasca banyaknya laporan kasus keracunan makanan dalam program MBG di DIY. Berdasarkan data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) per 21 September 2025, jumlah korban keracunan MBG di DIY tercatat sebanyak 1.047 orang, tertinggi setelah Jawa Barat.

"Hal-hal seperti ini jangan terulang," kata Sultan saat menghadiri acara Gerakan Pangan Murah dan Penyerahan Alsintan di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Yogyakarta, Jumat (26/9/2025).

Sultan HB X kemudian mempertanyakan pihak yang bertanggung jawab atas pengolahan makanan MBG di sekolah. Ia menekankan pentingnya memahami kapasitas penyedia makanan seperti katering.

"Di situ mesti ada yang masak, ada yang belanja, ya. Kalau katering, dilihat kapasitas berapa dia setiap hari membuat paket," ungkapnya.

Sultan juga menjelaskan bahwa memaksa penyedia makanan bekerja di luar batas kapasitasnya berisiko menurunkan kualitas makanan dan menyebabkan potensi keracunan terjadi. Ia mencontohkan proses memasak yang dimulai dini hari sebagai penyebab utama makanan basi saat dikonsumsi pada pagi hari.

Khususnya sayur, lanjut Sultan, diminta untuk tidak dimasak terlalu dini agar tidak cepat basi.

"(Masaknya saja jam) setengah 2 malam. Dimakan jam 10, mesti (ada potensi) keracunan (karena sayurnya basi dan sebagainya -Red)," ucap Sultan.

"Korban itu tidak akan berkurang selama pola masak-pola masaknya tidak berubah, gitu," katanya.

Belajar dari Pengalaman Dapur Umum Saat Bencana

Dalam kesempatan ini, Sultan membagikan pengalamannya dalam menangani dapur umum saat terjadi bencana di DIY, seperti erupsi Gunung Merapi dan gempa bumi pada tahun 2006 silam. Ia menyampaikan pentingnya pengelolaan dapur umum yang efektif untuk menjamin makanan tetap layak konsumsi.

Pengalaman dari bencana 2010 juga mengubah pola pengelolaan makanan di dapur umum, dengan melibatkan para pengungsi dalam menentukan menu makanan. Hal ini menurut Sultan meningkatkan kepuasan dan mengurangi limbah makanan yang seharusnya bisa ditiru dari pelaksanaan program MBG.

"Saya punya pengalaman empat tahun mesti buka pengungsian karena keaktifan Merapi. Mesti duwe (punya) dapur umum. Dari situ itu pun kami mengambil kebijakan berbeda, gitu. Itu satu, nasi wayu (basi) hindari," jelasnya." ungkap Sultan.

"Saya hanya mengatakan, pokoknya ada telur atau daging atau ayam, pokoknya tiap hari, itu harus tiap makan harus ada, terserah variasinya, itu yang diputus, ya. Tidak ada yang dibuang, tapi punya konsekuensi," katanya menambahkan.

Lebih lanjut, Sultan HB X meminta bupati dan wali kota di DIY untuk memastikan rantai penyediaan makanan berjalan sesuai prosedur dan standar keamanan pangan. Gubernur DIY ini menekankan agar penyedia makanan tidak dipaksa memasak melebihi kemampuan operasionalnya.

"Dilihat kapasitas berapa dia setiap hari membuat paket. Kalau paketnya itu hanya 50 porsi, disuruh 100 porsi. Enggak bisa itu," ujarnya.

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|