Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) membeberkan usulan formula kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2026 dari sisi pengusaha.
Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan APINDO Darwoto mengungkapkan penentuan indeks tertentu yang nantinya akan digunakan dalam perhitungan kenaikan UMP harus dilakukan secara bijaksana, sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168 Tahun 2023.
"Dunia usaha menegaskan bahwa pentingnya penerapan nilai indeks tertentu (alfa) ini secara bijaksana, agar kebijakan upah minimum dapat selaras dengan kondisi ekonomi daerah, tingkat produktivitas, serta kapasitas usaha di masing-masing sektor," kata Darwoto dalam paparannya di sesi Media Briefing APINDO, Selasa (25/11/2025).
Darwoto menggarisbawahi bahwa besaran indeks tertentu mesti diterapkan secara proporsional dan tidak hanya mengukur kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi.
Dia menilai investasi atau modal, teknologi, hingga produktivitas faktor total harus diperhitungkan dalam menentukan alfa.
"Ini yang perlu digarisbawahi. Besaran alfa sederhana secara proporsional karena pertumbuhan ekonomi tidak hanya bergantung pada tenaga kerja saja tetapi juga faktor-faktor produksi lainnya seperti investasi atau modal, teknologi, efisiensi, inovasi, serta peningkatan kapasitas produksi," terangnya.
Dengan demikian, APINDO menilai indeks tertentu tidak dapat disamaratakan di seluruh daerah. Perhitungan besaran indeks tertentu disebutnya dapat mempertimbangkan kondisi rasio upah minimum terhadap kebutuhan layak.
"Dunia usaha juga meyakini bahwa pemerintah akan mempertimbangkan aspek-aspek tersebut secara arif dan bijaksana dalam menetapkan nilai alfa pada regulasi yang akan segera diterbitkan sehingga dapat menciptakan keseimbangan antara perlindungan pekerja dan berkelanjutan dunia usaha," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli tengah merampungkan regulasi berbentuk Peraturan Pemerintah (PP) untuk mengatur kenaikan UMP 2026.
Yassierli mengatakan, PP ini adalah tindak lanjut putusan MK Nomor 168 Tahun 2023, di mana salah satu amanatnya adalah memastikan penetapan upah memperhitungkan kebutuhan hidup layak (KHL) serta memberi peran lebih besar kepada Dewan Pengupahan Daerah dalam menentukan besaran upah.
"Terkait UMP, saya ingin menyampaikan, pemerintah ingin menindaklanjuti putusan MK nomor 168 tahun 2023 itu secara komprehensif," ujarnya.
Ia menegaskan, mekanisme baru yang tengah digodok pemerintah tidak lagi menggunakan satu angka nasional seperti penetapan UMP 2025, di mana Presiden Prabowo Subianto yang menetapkan kenaikan upah nasional sebesar 6,5%.
Pemerintah, katanya, sedang menyiapkan model rentang (range) kenaikan upah, yang nantinya akan ditetapkan sesuai kondisi ekonomi masing-masing daerah.
"Dia akan berupa range yang nanti kita berikan wewenang dari Dewan Pengupahan Provinsi/Kota/Kabupaten untuk menentukan dalam range itu sesuai dengan pertumbuhan ekonomi masing-masing wilayah," ujar Yassierli.
Yassierli mengungkapkan, pemerintah ingin seluruh proses selesai komprehensif, mulai dari perhitungan KHL, penguatan fungsi Dewan Pengupahan, hingga penanganan disparitas upah antar daerah sebelum UMP diputuskan. Yassierli juga meminta publik menunggu proses finalisasi PP tersebut.
"Insyaallah akan diumumkan nanti kepada teman-teman kapan pengumumannya...dan kita tentu berupaya tadi segera mungkin kita akan sampaikan," jelas Yassierli.
(chd/haa)
[Gambas:Video CNBC]


















































