Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol mengambil manuver tiba-tiba untuk menerapkan darurat militer di negara itu, Selasa (3/12/2024) malam waktu setempat. Ini merupakan pertama kalinya dalam hampir 50 tahun Negeri Ginseng menerapkan hal semacam itu.
Dalam pidatonya pada Selasa malam, Yoon menceritakan upaya oposisi politik untuk melemahkan pemerintahannya. Ia kemudian mengumumkan darurat militer untuk 'menghancurkan kekuatan anti-negara yang telah menimbulkan kekacauan'.
Dekritnya tersebut kemudian menempatkan militer sebagai penanggung jawab. Nampak juga pasukan ber-helm dan polisi dikerahkan ke gedung parlemen Majelis Nasional.
Liputan media lokal menunjukkan pasukan bertopeng dan bersenjata memasuki gedung parlemen sementara staf mencoba menahan mereka dengan alat pemadam kebakaran. Sekitar pukul 23:00 waktu setempat, militer mengeluarkan dekrit yang melarang protes dan aktivitas oleh parlemen dan faksi politik, media juga ditempatkan dalam kendali pemerintah.
Foto: Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol menyampaikan pernyataan dalam pernyataan bersama dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, Sabtu, 15 Juli 2023, di Kyiv, Ukraina. (AP/Jae C. Hong)
Walau ketegangan semakin tinggi, Majelis Nasional tetap mengambil posisi untuk menentang situasi darurat tersebut. Setelah pukul 01:00 pada hari Rabu, Majelis Nasional, yang dihadiri 190 dari 300 anggotanya, menolak tindakan tersebut dan dengan demikian, deklarasi darurat militer Yoon dinyatakan tidak sah.
Alasan Darurat Militer
Sebelum menjatuhkan dekrit darurat militer, Yoon berada dalam posisi terpojok tatkala oposisinya memenangkan parlemen pada April lalu. Pemerintahanya sejak saat itu tidak dapat meloloskan RUU yang mereka inginkan dan malah dipaksa untuk memveto RUU yang disahkan oleh oposisi liberal.
Yoon juga kemudian mengalami penurunan peringkat persetujuan, berkisar di sekitar level terendah 17%, karena ia terjerumus dalam beberapa skandal korupsi tahun ini. Salah satunya termasuk yang melibatkan Ibu Negara, Kim Keon Hee, yang menerima tas Dior dan tudingan lainnya seputar dugaan manipulasi saham.
Bulan lalu ia dipaksa untuk mengeluarkan permintaan maaf di TV nasional, dengan mengatakan bahwa ia mendirikan kantor yang mengawasi tugas-tugas Ibu Negara. Namun ia menolak penyelidikan yang lebih luas, yang menjadi permintaan partai-partai oposisi.
Kemudian minggu ini, Partai Demokrat yang beroposisi memangkas 4,1 triliun won (Rp 46 triliun) dari anggaran yang diusulkan pemerintah Yoon sebesar 677,4 triliun won (Rp 7.600 triliun). Sayangnya, hal ini tidak dapat diveto oleh presiden.
Pada saat yang sama, pihak oposisi juga bergerak untuk memakzulkan anggota kabinet. Hal ini pun dilakukan beberapa jaksa tinggi, termasuk kepala badan audit pemerintah, karena gagal menyelidiki Ibu Negara.
Nasib Yoon Pasca Terapkan Darurat Militer?
Foto: Pasukan militer berdiri di luar Majelis Nasional, setelah Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer, di Seoul, Korea Selatan, 4 Desember 2024. (REUTERS/Kim Hong-Ji)
Tidak jelas apa yang terjadi sekarang dan apa konsekuensinya bagi Yoon. Walau begitu, muncul laporan bahwa anggota parlemen sedang bergerak untuk memakzulkannya sebagai presiden.
Proses yang relatif mudah ini akan membutuhkan lebih dari dua pertiga dari 300 anggota Majelis Nasional yang memberikan suara untuk memakzulkannya, atau setidaknya 201 kursi. Setelah pemakzulan disetujui, akan ada proses peradilan yang diadakan Mahkamah Konstitusi dengan menghadirkan sembilan hakim konstitusi.
Jika enam anggota pengadilan memberikan suara untuk mendukung pemakzulan, presiden akan dicopot dari jabatannya. Jika ini terjadi, ini bukan pertama kalinya seorang presiden Korsel dimakzulkan.
Pada tahun 2016, Presiden Park Geun-hye saat itu dimakzulkan setelah dituduh membantu seorang teman melakukan pemerasan. Pada tahun 2004, presiden lainnya, Roh Moo-hyun, dimakzulkan dan diskors selama dua bulan dengan Mahkamah Konstitusi kemudian mengembalikannya ke jabatannya.
Pakar dari Universitas Ewha, Leif-Eric Easley, berpendapat bahwa hal ini mungkin lebih merusak reputasi Korsel sebagai negara demokrasi daripada kerusuhan 6 Januari di AS. Pasalnya, hal ini tidak perlu dilakukan karena berdampak sangat luas.
"Pernyataan darurat militer Yoon tampaknya merupakan tindakan yang melampaui batas hukum dan salah perhitungan politik, yang secara tidak perlu membahayakan ekonomi dan keamanan Korea Selatan," katanya kepada BBC News.
"Ia terdengar seperti politisi yang terkepung, mengambil langkah putus asa melawan skandal yang meningkat, hambatan institusional, dan seruan untuk pemakzulan, yang semuanya kini kemungkinan akan meningkat," tambahnya.
(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Alasan Presiden Korsel Umumkan Darurat Militer
Next Article Korsel Mendadak Chaos Gegara Darurat Militer, Presiden di Ujung Tanduk