Jakarta, CNBC Indonesia - Kebijakan America First Presiden Donald Trump rupanya membawa Negeri Paman Sam terus melorot. Hal ini akibat manuver negara lain yang mulai dapat mencari celah dari tindakan proteksionis Trump dan tidak tunduk pada perintahnya
Negara-negara Asia Tenggara, yang menderita beban tarif Trump, bersatu untuk meningkatkan perdagangan intra-regional dan mendiversifikasi tujuan ekspor mereka. China, setelah menilai beratnya ancaman Trump, tampaknya siap untuk memperkuat stimulus fiskalnya.
AS juga tidak memiliki monopoli atas semua aspek urusan internasional. China mengendalikan sebagian besar rantai pasokan unsur tanah jarang serta mineral penting seperti nikel dan tembaga.
Lampu hijau Trump untuk penambangan unsur-unsur tersebut di laut dalam merupakan tanda bahwa AS sedang mengejar ketertinggalan dari Beijing. Kebijakan "America First" dapat menjadi bumerang karena mendorong negara lain untuk mengambil tindakan yang dapat membuat AS tertinggal.
Berikut perkembangan dan bukti terbarunya:
1. China Minta Dukungan Ekonomi Dunia
China berencana untuk membantu bisnis yang sedang berjuang dengan "berbagai tindakan" dan menyerukan "pengurangan tepat waktu" suku bunga dalam menghadapi "guncangan eksternal yang meningkat," menurut hasil pertemuan Politbiro yang diketuai oleh Presiden Xi Jinping pada hari Jumat. Pertemuan Politbiro, badan politik paling kuat kedua di China, terjadi saat perang dagang antara AS dan China memanas.
2. Trump Mau Gali Laut Dalam Lawan China
Presiden AS Donald Trump pada hari Kamis menandatangani perintah eksekutif yang luas untuk memulai praktik penambangan laut dalam yang kontroversial, yang menggunakan mesin berat untuk menghilangkan mineral dan logam dari dasar laut. Langkah tersebut berupaya untuk menopang akses Amerika ke mineral yang penting secara strategis seperti nikel, tembaga, dan unsur tanah jarang, mengimbangi posisi dominan China dalam rantai pasokan mineral kritis.
3. Asia Tenggara Makin Kuat
Negara-negara Asia yang berorientasi ekspor terpukul keras oleh tarif "timbal balik" Trump dan perang dagang AS-Chinayang terjadi setelahnya. Beijing merupakan salah satu mitra dagang terbesar bagi negara-negara tersebut, sementara AS berperan sebagai mitra strategis mereka di bidang-bidang seperti pertahanan dan pembangunan.
Namun, alih-alih memihak, negara-negara di kawasan tersebut justru mengembangkan ekonomi mereka sendiri. Mereka memperkuat hubungan dagang satu sama lain.
4. Pendapatan Perusahaan AS Jeblok
Lebih dari 180 perusahaan di S&P 500 melaporkan hasil mereka minggu ini, menjadikannya periode tersibuk di musim laba kuartal pertama, catat Sarah Min dari CNBC. Perusahaan yang perlu diwaspadai termasuk Meta Platforms, Microsoft, Amazon, dan Apple.
Investor juga harus mencermati indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi, yang akan dirilis pada hari Rabu. Sementara gaji nonpertanian, yang akan dirilis pada hari Jumat.
5. Eropa Warning Tarif
Para pembuat kebijakan Bank Sentral Eropa dan Dana Moneter Internasional minggu ini secara umum bersikap dovish, yang menunjukkan bahwa mereka melihat suku bunga terus turun dan sedikit risiko kenaikan inflasi zona euro. Presiden Bank Sentral Eropa, Christine Lagarde, mengatakan bahwa "proses disinflasi berjalan sesuai rencana sehingga hampir selesai.
Namun, semua menekankan tingginya tingkat ketidakpastian saat ini, perlunya terus memantau data. Apalagi tingginya risiko terhadap prospek pertumbuhan.
"Saya ingin memperingatkan bahwa ekonomi dunia sedang mengalami guncangan yang akan meredam PDB," tambah Lagarde.
Menggemakan sentimennya, Klaas Knot, Presiden The Netherlands Bank, mengatakan "ketidakpastian yang diciptakan oleh ketidakpastian tindakan tarif oleh pemerintah AS berfungsi sebagai faktor negatif yang kuat bagi pertumbuhan."
(tps/tps)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Kepercayaan Publik AS Terhadap Kebijakan Ekonomi Trump Anjlok
Next Article Perang Dagang Jilid 2 Trump 'Bunuh Diri', Makan Korban AS Sendiri