Jakrta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali terkoreksi tajam lebih dari 2% dan memperparah pelemahan yang telah terjadi sejak pekan lalu.
Hingga pukul 10.30 IHSG tercatat turun 2,08% ke 6.602,33 dan bahkan sempat menyentuh level terendah perdagangan intraday di 6.585,98.
Total transaksi tercatat mencapai Rp 4,45 triliun yang melibatkan 66,02 miliar saham yang ditransaksikan 534,48 ribu kali.
Ambruknya IHSG masih didorong oleh tingginya aksi jual asing pada sejumlah emiten blue chip RI, termasuk emiten perbankan. Selain itu, pelemahan IHSG hari ini juga diperparah oleh ambruknya dua saham milik taipan Prajogo Pangestu.
Tercatat nyaris seluruh sektor mengalami koreksi dengan pelemahan paling dalam terjadi di sektor energi sebesar 1,86% dan sektor infrastruktur sebesar 1,35%.
Sejumlah saham emiten milik taipan Prajogo Pangestu juga masih menjadi beban utama pelemahan perdagangan hari ini.
Barito Renewables Energy (BREN) melemah nyaris 16% dan menjadi beban terberat pergerakan IHSG dengan kontribusi koreksi mencapai 41, 42 indeks poin.
Emiten Prajogo lainnya ikut masuk dalam 5 besar pemberat kinerja IHSG yakni Petrindo Jaya Kreasi (CUAN) yang ditutup ambruk menyentuh batas auto rejection bawah (ARB) atau melemah 19,87% ke Rp 9.075 per saham. CUAN berkontribusi atas pemelahan IHSG hingga 9,41 indeks poin.
Pamor Saham Prajogo Pudar
Ambruknya saham BREN terjadi adanya kabar bahwa Morgan Stanley Capital International tidak akan memasukan tiga emiten konglomerasi Prajogo Pangestu ke dalam indeks MSCI Investable Market pada review Februari 2025.
Adapun salah satunya yakni BREN. Selain BREN, ada PT Petrosea Tbk (PTRO) dan PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN.
Hal ini karena setelah analisis dan masukan, ditemukan kendala investibility di ketiga saham tersebut. MSCI akan meninjau kembali kelayakan saham-saham tersebut sebagai bagian dari tinjauan indeks di masa mendatang dan akan memberikan komunikasi lebih lanjut sesuai kebutuhan.
Sebelumnya, rebalancing atau kocok ulang indeks MSCI akan diumumkan pada 12 Februari mendatang. Rumor beredar akan ada tiga saham konglomerat masuk, di mana salah satunya yakni BREN.
Indeks MSCI kerap menjadi acuan investor asing untuk investasi di negara-negara tertentu, termasuk emerging market seperti Indonesia.
Dalam setahun, mereka melakukan kocok ulang ini empat kali, yakni pada bulan Februari, Mei, Agustus, dan November.
Kabar pasar saat ini tengah ramai diperbincangkan soal tiga saham konglomerat yang akan masuk jadi jajaran konstituen MSCI Indonesia Large-Cap.
Sebenarnya, rumor tiga saham itu masuk MSCI sudah dari lama. Apalagi, untuk BREN ini menjadi yang kedua kalinya karena sebelumnya gagal masuk ke indeks FTSE gara-gara dinilai tidak memenuhi syarat free float.
Hal ini lantaran BREN tidak masuk karena dinilai tidak memenuhi syarat free float minimal 5%.
Waktu itu, FTSE menilai 97% jumlah saham beredar BREN masih terkonsentrasi pada empat pemegang saham. Namun, hal tersebut akhirnya disanggah oleh pihak manajemen BREN dan meminta pihak FTSE Russell untuk mencabut pernyataan tersebut dan mengeluarkan klarifikasi.
Outflow Asing yang Masih Besar
Penyebab lainnya yakni kaburnya dana asing dari pasar modal RI. Paling parah yakni pada Kamis lalu, di mana asing mencatatkan aksi jual (net sell) hingga Rp 2,3 triliun. sementara itu akhir pekan lalu asing masih melego saham RI hingga Rp 650 miliar.
Sepanjang pekan ini, asing terpantau mencatatkan penjualan bersih (net sell) atau outflow hingga mencapai Rp 3 triliun di seluruh pasar. Adapun rinciannya yakni sebesar Rp 3,97 triliun di pasar reguler, namun di pasar tunai dan negosiasi asing mencatatkan net buy cukup kecil yakni mencapai Rp 166 miliar.
Aksi jual di pasar modal terjadi seiring dengan laporan kinerja keuangan perbankan yang kurang optimal dengan pertumbuhan laba sangat tipis dan diiringi dengan biaya dana yang semakin membengkak imbas persaingan likuiditas selama pengetatan kondisi moneter.
Sejumlah analis menunjuk, kinerja perbankan yang tidak sesuai harapan juga diperparah dengan nilai tukar yang diperkirakan masih belum akan membaik dalam waktu dekat, sehingga potensi keuntungan bagi investor asing semakin terpangkas. Terlebih lagi, kenaikan saham juga diprediksi oleh banyak akan akan cukup terbatas untuk tahun ini.
Pada perdagangan hari ini, emiten perbankan juga masih melanjutkan pelemahan dengan Bank Sentral Asia (BBCA) dan Bank Mandiri (BMRI) masuk jadi pemberat IHSG dan masih-masing memberikan kontribusi pelemahan 16 dan 11 indeks poin bagi IHSG.
Rully Wisnubroto, Senior Ekonom dari Mirae Asset Sekuritas Indonesia berpendapat IHSG terkoreksi dalam karena aliran dana asing yang masih banyak keluar, terutama yang terjadi pada saham-saham perbankan besar.
"Terutama dari asing yang cukup agresif melakukan aksi jual, sepertinya masih banyak tekanan jual terhadap saham-saham perbankan dari [beberapa hari lalu]," terangnya kepada CNBC Indonesia pada Kamis (6/2/2025).
Dampak Dari Ketegangan Perang Dagang AS-China
Selain itu, kebijakan Trump yang kontroversial membuat pelaku pasar berhati-hati. Termasuk kebijakan yang memicu perang dagang jilid dua.
Situasi dan kondisi saat ini memang sedang tidak menguntungkan bagi investor. Meskipun Kanada dan Meksiko mengalami penundaan, tapi tidak dengan China. Negeri Tirai Bambu kemudian membalas tarif impor tersebut.
Kondisi Ekonomi Dalam Negeri
Dari dalam negeri, lesunya perekonomian di 2024 turut menjadi penyebab IHSG ambruk pada pekan ini. Lesunya kondisi ekonomi domestik juga tercermin dari rilis pertumbuhan ekonomi (PDB). Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan PDB Indonesia sepanjang tahun 2024 tumbuh 5,03% yoy atau lebih rendah dibandingkan tahun 2023 sebesar 5,05% yoy. Sementara, secara kuartalan (qoq) pada 4Q24 pertumbuhan ekonomi lebih landai sebesar 0,53%, dibandingkan kuartal sebelumnya tumbuh 1,50%.
Plt. Kepala Badan Pusat Statistik Amalia Adininggar Widyasanti menuturkan komponen pengeluaran yang berkontribusi besar ke PDB adalah konsumsi rumah tangga (RT) dengan kontribusi 53,71% yang tumbuh 4,98%. Kemudian, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi mencatat kontribusi sebesar 30,12% dan pertumbuhannya mencapai 5,03%.
"Jika dilihat dari sumber pertumbuhan kuartal IV-2024 konsumsirumah tangga masih menjadi sumber pertumbuhan pada sisi pengeluaran yaitu sebesar 2,62%," ujar Amalia dalam konferensi pers BPS, Rabu (5/2/2025).
Barra Kukuh Mamia, Ekonom dari Bank Central Asia (BCA) melihat akibat dari penurunan IHSG ini adalah efek dari rilis data terbaru pertumbuhan ekonomi RI dan aliran deras dana asing yang masih berlanjut.
"Setelah data GDP dan rilis data beberapa bank, sepertinya beberapa investor asing memilih untuk mengurangi porsinya ke Indonesia" ungkap Barra kepada CNBC Indonesia pada Kamis (6/2/2025).
(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Harga Emas Makin Berkilau, Saham Emitennya Ikut Melambung?
Next Article Menguat! Potret Bursa Saham di Hari Pertama Prabowo-Gibran