Bukan Cuma Emas, Investasi Ini Juga Bisa Jadi Safe Haven dan Bawa Cuan

7 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketika gejolak pasar meningkat, investor cenderung mencari aset yang dianggap lebih aman. Emas menjadi pilihan paling populer sebagai lindung nilai terhadap tarif tinggi Presiden Donald Trump dan diborong berbagai pihak, termasuk bank sentral dan dana investasi.

Namun, Goldman Sachs justru memilih yen Jepang sebagai lindung nilai utama dan memperkirakan mata uang itu akan menguat ke level 140 per dolar AS tahun ini. Proyeksi tersebut mencerminkan potensi penguatan sekitar 7% dari posisi saat ini dan lebih optimis dibanding konsensus pasar yang berada di kisaran 145.

Melansir firstonline.info, harga emas bertahan mendekati rekor tertinggi yang sempat mencapai US$3.128,06 per ons. Angka itu mencatatkan kenaikan lebih dari 18% sepanjang kuartal, tertinggi sejak September 1986.

Kenaikan emas turut mendorong harga logam mulia lain seperti perak, paladium, dan platinum. Goldman Sachs, Bank of America (BofA), dan UBS kompak menaikkan target harga emas bulan ini.

Goldman kini memproyeksikan harga emas akan mencapai US$3.300 per ons pada akhir tahun, naik dari prediksi sebelumnya US$3.100. Sementara BofA memperkirakan harga emas tahun 2025 akan berada di US$3.063 dan melonjak ke US$3.350 pada 2026, masing-masing naik dari proyeksi sebelumnya US$2.750 dan US$2.625.

Namun bukan hanya emas dan logam mulia yang dianggap sebagai aset aman. Yen Jepang juga dinilai sebagai opsi lindung nilai terhadap risiko resesi ekonomi Amerika Serikat.

Goldman Sachs yakin yen akan menguat ke level 140 per dolar AS tahun ini, seiring meningkatnya kekhawatiran pasar atas pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam. Proyeksi tersebut jauh lebih optimis dibanding konsensus pasar dan menunjukkan minat investor terhadap yen semakin besar.

Menurut Kamakshya Trivedi, kepala strategi global di Goldman Sachs, yen adalah lindung nilai yang efektif ketika suku bunga riil dan saham AS turun secara bersamaan. Ia menilai yen kini tampil sebagai pilihan yang lebih menarik untuk mengantisipasi perlambatan ekonomi AS.

Pada periode yang sama tahun lalu, tim Trivedi memproyeksikan nilai tukar dolar-yen akan berada di level 155, 150, dan 145 dalam jangka tiga, enam, dan dua belas bulan. Yen bahkan sempat melemah menembus 155 pada April lalu dan kini bergerak di sekitar 150.

Rekomendasi Goldman muncul menjelang pengumuman kebijakan tarif Trump yang diperkirakan akan berdampak besar terhadap ekonomi AS. Morgan Stanley dan sejumlah eks pejabat The Fed telah memperingatkan bahwa kebijakan ini dapat mengganggu laju pertumbuhan ekonomi terbesar dunia itu.

Di sisi lain, Bank of Japan (BoJ) tengah bersiap mengetatkan kebijakan moneternya. Sebagian besar ekonom memperkirakan kenaikan suku bunga berikutnya akan dilakukan pada Juni atau Juli mendatang.

Namun, setelah rilis panduan inflasi terbaru, tak sedikit pula yang mulai mempertimbangkan kenaikan suku bunga bulan depan. Di tengah musim bunga sakura dan piknik rakyat Jepang, kenaikan harga makanan justru menambah beban bagi kalangan berpenghasilan rendah.

Sementara itu, Goldman Sachs merevisi proyeksi kebijakan suku bunga The Fed dari dua kali menjadi tiga kali pemangkasan pada tahun ini. Perubahan tersebut didorong oleh kekhawatiran bahwa tarif Trump akan menekan ekonomi AS lebih dalam.

Bank itu juga kembali memangkas target indeks S&P 500 karena kekhawatiran yang sama. Tekanan terhadap pertumbuhan membuat investor makin berhati-hati terhadap risiko pasar saham AS.

Meski ancaman tarif cukup besar, Trivedi menilai data ekonomi AS, khususnya angka ketenagakerjaan, akan menjadi faktor kunci bagi dolar. Yen sempat menguat setelah data lowongan kerja AS pada Selasa menunjukkan sinyal pendinginan pasar tenaga kerja.

Trivedi menyebut bahwa jika data ketenagakerjaan AS melemah, hal itu akan menjadi sorotan utama bagi investor pasar valuta asing. Dalam konteks tersebut, yen dinilai sebagai lindung nilai yang sangat efektif terhadap kekhawatiran pertumbuhan ekonomi AS.

Namun yen juga memiliki risiko tersendiri. Mata uang itu telah melemah dalam empat tahun terakhir akibat perbedaan suku bunga yang lebar dengan AS dan sempat jatuh ke level 161,95 pada Juli lalu, terendah sejak 1986.

Kendati demikian, posisi jual yen oleh hedge fund mulai menyusut tahun ini. Pasangan dolar-yen diperkirakan akan melemah lebih lanjut seiring rencana BoJ mengurangi pembelian obligasi jangka panjang pada kuartal berikutnya.


(ayh/ayh)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Demam Beli Emas, Beneran Investasi Atau FOMO?

Next Article Ekonomi Dunia Diprediksi Suram, Koleksi 3 Aset Ini untuk Bertahan

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|