Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di penghujung perdagangan akhir pekan ini, Jumat (22/11/2024). Data Refinitiv menunjukkan kurs rupiah bertengger di level Rp 15.870/US$ atau menguat 0,31% per pukul 14.57 WIB dari level penutupan perdagangan kemarin Rp 15.920/US$.
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menjelaskan, pergerakan rupiah yang tak jadi bergerak menembus level Rp 16.000/US$ disebabkan semakin dalamnya pasar keuangan di Indonesia, ditopang makin maraknya instrumen penyerap dolar seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia atau SRBI yang diminati banyak investor.
"Kita sudah mampu mengeluarkan banyak instrumen, termasuk pemerintah melalui kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE). Lalu, kebijakan makroprudensial, BI menahan ratenya, terus juga ada SRBI yang minat asingkan cukup tinggi ke situ, ini membuat rupiah stabil," kata Sumual kepada CNBC Indonesia, Jumat (22/11/2024).
Meski begitu, David mewanti-wanti tekanan dolar hingga akhir tahun masih akan sangat berat, dipengaruhi oleh semakin tidak kondusifnya eskalasi konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina, hingga kembalinya Donald Trump menjadi Presiden AS, seusai memenangkan Pilpres 2024.
"Jadi tekanannya bukan ke rupiah saja, karena indeks dolarnya (DXY) menguat kencang, tadinya bergerak di sekitar 100, sekarang sudah ke 106, ke 107, sudah naik sekitar 6% kan, jadi memang terjadi sekarang dolar bull hampir ke semua mata uang," ucap David.
Menurut David, rupiah masih akan berpotensi bergerak di kisaran Rp 15.800-Rp 16.200 sampai akhir tahun nanti. Pergerakan itu turut dipengaruhi terus keluarnya aliran modal asing dari negara-negara berkembang menuju ke Amerika Serikat, karena sentimen investor yang kini makin cenderung mencari aset dolar merespons kepemimpinan Trump.
"Jadi kisarannya memang akan di level Rp 16,000-an jangka pendek, karena kalau kita berkaca pengalaman 2016 saat Trump juga terpilih dolar juga bullish, karena dia janjikan pengenaan tarif juga kan saat itu, jadi mirip-mirip, dia selalu gertak dengan tarif. Waktu itu pajak juga dikurangi, sehingga banyak repatriasi aset orang lari ke dolar lagi, ini mirip kejadiannya," ucap David.
Global Markets Economist Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto juga sebelumnya telah menegaskan pressure kondisi konflik geopolitik terutama Rusia-Ukraina ditambah lagi kekhawatiran prospek ekonomi di bawah Trump masih dominan akan menekan rupiah.
Meski begitu, ia menganggap, rupiah saat ini mampu cenderung stabil di kisaran bawah Rp 16.000 karena telah diantisipasi Bank Indonesia dengan melakukan intervensi di pasar keuangan. Menurutnya, BI akan terus menjaga rupiah ke depan di bawah level Rp 16.000/US$.
"Kemungkinan resistance level Rp 15.950 masih terus dijaga agar tidak break level tersebut," ucap Myrdal.
(arj/haa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: BI Tebar SRBI Hingga DHE, Rupiah Bisa Kuat Hadapi Volatilitas?
Next Article Angin Rupiah Perkasa Makin Kencang, Bos BI Ramal Dolar Rp15.700!