BMKG Ungkap Gempa Megathrust RI Hanya Tunggu Waktu, Ini Zona Merahnya

4 weeks ago 12

Jakarta, CNBC Indonesia - Gempa dahsyat Magnitudo 7 baru saja menghamtam California, Amerika Serikat. Bencana alam tersebut kembali memantik kekhawatiran masyarakat terhadap besarnya potensi gempa di zona megathrust.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pun mencatat, pembahasan potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut, di Indonesia semakin marak sebagaimana saat terjadi gempa dan tsunami Aceh 2004.

Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono menekankan, pembahasan potensi gempa di zona megathrust sebetulnya tak perlu sampai membuat kekhawatiran berlebih, melainkan hanya sebagai pengingat supaya upaya mitigasi dilakukan secara bersama-sama.

Pembahasan gempa di zona megathrust yang kerap disampaikan BMKG pun ia tegaskan bukanlah bentuk peringatan dini atau warning yang seolah-olah dalam waktu dekat akan segera terjadi gempa besar. "Tidak demikian," kata Daryono dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu (7/12/2024).

Lagipula, peristiwa gempa kuat M7,1 yang berpusat di Tunjaman Nankai dan mengguncang Prefektur Miyazaki Jepang tak ada kaitannya dengan pembahasan potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut.

Walaupun, gempa yang memicu tsunami kecil pada 8 Agustus 2024 beberapa hari lalu mampu menciptakan kekhawatiran bagi para ilmuwan, pejabat negara dan publik di Jepang akan potensi terjadinya gempa dahsyat di Megathrust Nankai.

Oleh sebab itu, Daryono menilai, tak ada salahnya juga pembahasan potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut muncul di tanah air, mengingat adanya potensi gempa di zona seismic gap Selat Sunda dan Mentawai-Siberut.

"Peristiwa semacam ini menjadi merupakan momen yang tepat untuk mengingatkan kita di Indonesia akan potensi gempa di zona seismic gap Selat Sunda dan Mentawai-Siberut," ucap Daryono.

Sejarah mencatat, gempa besar terakhir di Tunjaman Nankai terjadi pada 1946 (usia seismic gap 78 tahun), sedangkan gempa besar terakhir di Selat Sunda terjadi pada 1757 (usia seismic gap 267 tahun) dan gempa besar terakhir di Mentawai-Siberut terjadi pada 1797 (usia seismic gap 227 tahun).

Daryono menjelaskan, hal itu menunjukkan arti bahwa kedua seismic gap di Indonesia periodisitasnya jauh lebih lama jika dibandingkan dengan seismic gap Nankai, sehingga mestinya Indonesia harus jauh lebih serius dalam menyiapkan upaya-upaya mitigasinya.

Maka, tak heran gempa di zona megathrust itu memang tinggal menunggu waktu saja. Tapi, Daryono menekankan, kalimat "tinggal menunggu waktu" itu harus dipahami karena segmen-segmen sumber gempa di sekitarnya sudah rilis gempa besar semua, sementara Selat Sunda dan Mentawai-Siberut hingga saat ini belum terjadi.

"Hal ini dikarenakan kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar, tetapi bukan berarti segera akan terjadi gempa dalam waktu dekat," ucap Daryono.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati sebelumnya telah menyebutkan, pihaknya terus membicarakan isu potensi gempat di zona megathrust supaya masyarakat bersiap menghadapi efek risikonya.

"Sebetulnya isu megathrust itu bukan isu yang baru. Itu isu yg sudah sangat lama. Tapi kenapa BMKG dan beberapa pakar mengingatkan? Tujuannya adalah untuk 'ayo, tidak hanya ngomong aja, segera mitigasi (tindakan mengurangi dampak bencana)," ujar Dwikorita, dikutip dari CNN Indonesia, Minggu (25/8/2024).

"Jadi tujuannya ke sana; mitigasi dan edukasi, persiapan, kesiapsiagaan," tegasnya.

Dwikorita melanjutkan pihaknya sudah melakukan berbagai langkah antisipasi megathrust. Pertama, menempatkan sensor-sensor sistem peringatan dini tsunami InaTEWS menghadap ke zona-zona megathrust.

"InaTEWS itu sengaja dipasang untuk menghadap ke arah megathrust. Aslinya tuh di BMKG hadir untuk menghadapi, memitigasi megathrust," jelasnya.

Kedua, edukasi masyarakat lokal dan internasional. Salah satu bentuk nyatanya adalah mendampingi pemerintah daerah (pemda) buat menyiapkan berbagai infrastruktur mitigasi, seperti jalur evakuasi, sistem peringatan dini, hingga shelter tsunami.

Selain itu, bergabung dengan Indian Ocean Tsunami Information Center, yang juga berkantor di kompleks BMKG. Komunitas ini bertujuan buat mengedukasi 25 negara di Samudra Hindia dalam menghadapi gempa dan tsunami.

"Kami edukasi publik bagaimana menyiapkan masyarakat dan pemda sebelum terjadi gempa dengan kekuatan tinggi yang menyebabkan tsunami," kata dia.

Ketiga, mengecek secara berkala sistem peringatan dini yang sudah dihibahkan ke pemda.

"Sirine [peringatan tsunami] harusnya tanggung jawab pemerintah daerah, hibah dari BNPB, hibah dari BMKG, tapi pemeliharaan dari pemerintah daerah, kan otonomi daerah. Ternyata sirine selalu kita tes tanggal 26 [tiap bulan], kebanyakan bunyi tapi yang macet ada," ujarnya.

Keempat, menyebarluaskan peringatan dini bencana. Menurut Dwi, jika masyarakat harus siap, berarti harus ada penyebarluasan informasi. "Kami dibantu Kominfo," tutur Dwikorita.


(fsd/fsd)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Waspada Cuaca Ekstrem di Akhir Tahun 2024!

Next Article Media Asing Sorot Gempa Megathrust RI, Sebut Ini

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|