Baku, CNBC Indonesia - PT PLN (Persero) telah menjajaki potensi pendanaan hingga US$ 46,9 miliar atau sekitar Rp 745 triliun (asumsi kurs Rp 15.888 per US$) untuk proyek-proyek rendah karbon sebagai salah satu upaya melaksanakan transisi energi.
Direktur Keuangan PLN Sinthya Roesli mengatakan, penjajakan potensi pendanaan tersebut merupakan aspirasi perseroan untuk menurunkan emisi karbon hingga 148 juta ton CO2 dari saat ini sekitar 300 juta ton CO2.
Bila tak dilakukan upaya apapun, maka emisi karbon bisa melonjak menjadi 500 juta ton CO2.
"Itu kan aspirasi kita kalau kita mau menurunkan emisi CO2 dari sekarang 300 juta ton jadi sekitar 148 juta ton yang harus kita turunkan sampai dengan 2030, untuk mencapai NDC (Nationally Determined Contribution)," tuturnya di sela rangkaian acara COP29 di Baku, Azerbaijan, dikutip Selasa (19/11/2024).
Dia menyebut, sumber pendanaan bermacam-macam, seperti lembaga penjamin multilateral, World Bank, ADB, lalu ada pula JICA, KfW Jerman, Export Import Agency, bank-bank komersial, hingga platform kemitraan seperti Just Energy Transition Partnership (JETP) dan sebagainya.
"Itu sedang dalam penjajakan, ada yang sudah kita proses, sebagian lagi dalam negosiasi. Ada yang sudah close kepada deal, ada yang sedang dalam tahap persiapan. Jadi total yang kita identifikasi sekitar US$ 46 miliar," ucapnya.
Dia menjelaskan, penjajakan pendanaan US$ 46 miliar ini tak lain sebagai upaya perseroan untuk mendukung program transisi energi di Tanah Air yang diperkirakan membutuhkan investasi hingga US$ 110 miliar atau sekitar Rp 1.747 triliun (asumsi kurs Rp 15.888 per US$) selama 2024-2033 mendatang.
Total investasi tersebut ditujukan untuk pembangunan pembangkit listrik energi terbarukan dan jaringan transmisi dan distribusi listrik. Adapun kontribusi PLN untuk investasi sekitar US$ 110 miliar tersebut mencapai setidaknya US$ 45 miliar.
Dari perkiraan kebutuhan investasi US$ 80 miliar untuk proyek pembangkit listrik, PLN akan berkontribusi sekitar US$ 30 miliar atau sekitar 38% dari kebutuhan investasi pembangkit energi terbarukan. Sedangkan sekitar 62% atau US$ 50 miliar akan berasal dari pengembang listrik swasta atau Independent Power Producers (IPP).
Sementara untuk proyek transmisi dan distribusi listrik, kontribusi PLN akan mencapai sekitar 50% atau US$ 15 miliar, dan selebihnya berpotensi akan didukung oleh pendanaan pemerintah.
"Financing di sektor listrik ini kan gak cuma PLN, ada juga yang mekanismenya dengan produsen listrik swasta, karena kebutuhan pendanaannya kan sangat besar," ujarnya.
Dalam ajang Konferensi Perubahan Iklim Dunia (COP)29 ini, pihaknya tak hanya membahas isu pendanaan, melainkan bersama-sama pemangku kepentingan lainnya mencoba membangun perencanaan, koordinasi, kelembagaan, dan kerangka kerja yang lebih matang, sehingga pendanaan dari luar negeri atau internasional bisa masuk ke dalam negeri dan menyesuaikan ekspektasi lembaga pemberi dana dan pihak Indonesia.
"Secara umum kita relatively sudah ok, tapi memang dari size dan enabling regulatory framework-nya sedikit lagi aja, misalnya tadi transisi energi itu roadmap dekarbonisasi dari pemerintah kan masih perlu dibuatkan referensi. Dengan Pak Hashim sebagai special envoy, nanti bicara di sini, mungkin nanti bisa di-push lebih sistematik lagi, karena kita bicara climate. Kalau sekarang kan inisiatifnya relatively thematic, nah ini untuk masukan untuk transisi energi, sehingga secara nasional bisa lebih multiInstitusional," tuturnya.
Sebelumnya, Utusan Khusus Presiden untuk Perubahan Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo mengatakan, pemerintah berkomitmen menambah kapasitas pembangkit listrik berbasis energi terbarukan sebesar 75 Giga Watt (GW) hingga 2040 mendatang.
Angka ini setara dengan 75% dari rencana tambahan 100 GW pembangkit listrik baru sampai 15 tahun ke depan.
"Akan ada program baru yang ditawarkan Pemerintahan Presiden Prabowo kepada dunia. Pertama, akan ada 100 Giga Watt energi baru yang akan diimplementasikan oleh pemerintahan baru dalam 15 tahun ke depan, di mana 75% atau 75 Giga Watt akan berasal dari energi terbarukan," paparnya saat menjadi pembicara kunci saat pembukaan Paviliun Indonesia di COP29 di Baku, Azerbaijan, Senin (11/11/2024).
Dia memaparkan, tambahan sebesar 75 GW pembangkit listrik baru sampai 2040 ini berupa energi terbarukan, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Dan selebihnya 25 GW berasal dari gas dan bahkan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
(wia)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Hadiri COP29, PLN Siap Tambah Pembangkit Hijau
Next Article Bahlil Sebut 10 Tahun Lagi 60% Sumber Listrik RI dari Energi Hijau