Ekonomi Rusia di Jurang Nestapa, Inflasi Mencekik-Warga Curi Mentega

3 months ago 28

Jakarta, CNBC Indonesia - Perekonomian Rusia menghadapi persoalan baru. Hal ini terjadi saat Negeri Beruang Merah itu masih dalam peperangan dengan Ukraina.

Mengutip Express, surat kabar Rusia Nezavismaya Gazeta menuliskan bahwa harga bahan pokok seperti mentega menjadi 6,6% lebih mahal daripada bulan September, dan 30% lebih mahal daripada tahun lalu. Sementara itu, harga kentang melonjak 65% jika dibandingkan dengan tahun lalu.

Surat kabar tersebut mengutip sebuah survei di mana separuh warga Rusia mengeluh kenaikan harga produk susu yang mencolok. Seorang sosiolog pun mulai menyalahkan Bank Sentral Rusia, bukan Presiden Vladimir Putin.

"Meskipun gagal mencapai tujuannya untuk menurunkan inflasi, Bank Sentral Rusia pada saat yang sama merusak kondisi keuangan masyarakat, membuat perumahan dan barang-barang konsumen menjadi kurang terjangkau," ungkap media itu dikutip Jumat (22/11/2024).

Surat kabar lain, Moskovsky Komsomolets, menyoroti bahwa harga jeruk keprok, buah favorit Natal di Rusia, telah naik dari 60-90 Rubel per kilo tahun lalu menjadi antara 100-150 Rubel saat ini. Surat kabar itu menambahkan bahwa harga jeruk keprok mungkin naik hingga 50%.

"Orang Rusia harus terbiasa dengan dolar AS yang bernilai lebih dari 100 Rubel (Rp 159). Semakin lemah rubel, semakin kuat dolar, semakin tinggi ekspektasi inflasi, dan semakin tinggi pula kenaikan harga," lapornya.

Persoalan ini pun telah menimbulkan aksi-aksi ilegal seperti pembobolan toko. Mengutip CNBC International, sebuah rekaman CCTV dari toko Dairy Place di Yekaterinburg awal November memperlihatkan pintu toko didobrak dan satu orang bergegas mengosongkan mesin kasir. Pelaku lainnya dilaporkan menuju lemari es dan menjarah 20 kg mentega.

"Pencurian itu memperlihatkan mentega kini seperti," ujar pemilik Dairy Place dalam akun Telegramnya.

Pencurian produk dasar semacam itu telah menarik perhatian pada kenaikan harga yang merajalela di Rusia. Seorang warga Moskow bernama Stanislav menyebutkan bahwa harga makanan semakin buruk dari hari ke hari dan ritme kenaikannya semakin cepat.

"Tentu saja, itu tergantung pada jenis makanannya. Beberapa harga barang turun, misalnya, soba. Harganya lebih tinggi pada tahun 2020 selama pandemi Covid-19, tetapi sekarang harganya tiga kali lebih rendah. Namun, ini adalah satu-satunya contoh penurunan harga. Semua harga bahan makanan lainnya meningkat. Saya kira sekitar 10%-40% per tahun," tambahnya.

Tingkat inflasi tahunan Rusia mencapai 8,5% pada bulan Oktober, jauh di atas target bank sentral sebesar 4%. Hal ini mendorong bank bulan lalu untuk menaikkan suku bunga menjadi 21%, level tertinggi dalam lebih dari 20 tahun, dan kenaikan lebih lanjut diperkirakan terjadi pada bulan Desember.

Tekanan inflasi di Rusia, dan juga di seluruh Eropa, telah diperburuk oleh perang Moskow yang sedang berlangsung melawan Ukraina, dengan biaya pangan yang meningkat sebagai akibat dari kekurangan pasokan dan tenaga kerja, biaya upah yang lebih tinggi, sanksi, dan biaya produksi yang meningkat.

Hal ini telah menyertai peralihan Rusia ke ekonomi yang berorientasi perang sejak serangannya ke Ukraina pada Februari 2022, dengan peningkatan besar dalam pengeluaran pertahanan negara dan produksi perangkat keras militer.

Meski begitu, Putin menyebutkan bahwa manuver ini bukanlah manuver menukar 'mentega dengan senjata', namun melainkan terkait dengan keamanan nasional Rusia.

"Saya ingin menggarisbawahi bahwa semua, tepatnya semua rencana pembangunan dan pencapaian tujuan strategis yang diumumkan sebelumnya dan semua komitmen sosial yang diasumsikan oleh negara terhadap penduduk, semuanya dilaksanakan sepenuhnya," kata Putin pada sesi pleno Klub Diskusi Valdai pada bulan Oktober, sebagaimana dilaporkan kantor berita TASS.


(luc/luc)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Rusia Teken Dekrit Penggunaan Senjata Nuklir, Bisa Serang AS

Next Article Kekuatan Putin Mulai Kendor, Rusia Bisa Gagal Kalahkan Ukraina?

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|