Ilmuwan Takut Kiamat Makin Nyata Gegara Donald Trump, Ini Alasannya

1 month ago 18

Jakarta, CNBC Indonesia - Banyak ilmuwan iklim khawatir dengan nasib umat manusia usai Donald Trump dinyatakan menang dalam Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS). 

Pasalnya, Trump dinilai tidak peduli dengan perubahan iklim dan dampak petakanya di masa depan. 

Dalam beberapa kesempatan, Trump tak segan menyebut perubahan iklim adalah hoax dan salah satu penipuan terbesar sepanjang masa.

Ia juga berencana menghapus pengeluaran energi bersih, serta memangkas insentif bagi warga AS untuk mengendarai mobil listrik.

Rencana tersebut akan dilakukan selama periode empat tahun Trump menjabat, di mana waktu tersebut merupakan dekade penting bagi para ilmuwan.

Dalam masa tersebut, ahli menyatakan AS dan dunia harus memangkas polusi yang membawa pemanasan global untuk menghindari kerusakan iklim yang membawa bencana lebih lanjut.

Saat ini, penghasil emisi utama seperti AS sangat tertinggal dalam komitmen untuk memangkas emisi yang cukup untuk menghindari kenaikan suhu global sebesar 1,5C di atas era pra-industri.

Dengan pemanasan rata-rata hanya lebih dari 1C sejauh ini, dunia telah mengalami gelombang panas yang memecahkan rekor, kebakaran hutan, badai dahsyat, punahnya satwa liar dan ancaman lainnya.

"Kita harus menghentikan penggunaan bahan bakar fosil secepat mungkin," kata Michael Mann, seorang ilmuwan iklim di Universitas Pennsylvania.

"Sulit untuk melihat hal itu terjadi jika Trump menang," imbuhnya.

Jadi saat nanti memimpin, AS bisa saja kembali keluar dari perjanjian iklim Paris dan tidak mematuhi rencana PBB untuk menangani krisis iklim yang dinilai semakin parah.

Para analis memperkirakan kedua langkah tersebut akan melemahkan pengaruh AS dalam perundingan iklim PBB, membatasi tindakan negara itu sendiri terhadap perubahan iklim, dan mengurangi tekanan pada penghasil gas rumah kaca besar lainnya seperti China untuk menyerahkan rencana iklim yang ambisius kepada PBB tahun depan.

Ini berarti negara dengan emisi terbesar kedua di dunia tidak perlu lagi menyerahkan rencana aksi iklim nasional kepada PBB setiap lima tahun.

Namun, karena semua negara diharapkan menerbitkan rencana terbarunya tahun depan sebelum AS di bawah kepemimpinan Trump, Washington tetap diharapkan untuk menyerahkannya.


(fab/fab)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Jika Trump Menang, China Terancam Dalam Sektor Teknologi

Next Article Bumi Terancam Kekeringan, Krisis Air Sudah di Depan Mata

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|