Jakarta, CNBC Indonesia - Tantangan rupiah dalam melawan dolar Amerika Serikat (AS) masih belum usai. Indeks dolar AS (DXY) kembali menguat yang kemudian menekan mata uang Garuda.
Melansir data Refinitiv, pada penutupan perdagangan kemarin Senin (2/12/2024) rupiah tertekan hingga melemah sebesar 0,35% ke Rp 15.895/US$. Sepanjang hari, nilai tukar rupiah berfluktuasi di rentang Rp15.915/US$ hingga Rp15.850/US$.
Bersamaan dengan pelemahan rupiah, Indeks Dolar AS (DXY) alami penguatan hingga 0,57% tepat pukul 15.00 ke posisi 106,34. Hal ini tentu menjadi tekanan bagi rupiah dan menjadi salah satu faktor ambruknya nilai tukar RI.
Penyebab dolar yang semakin mahal adalah data ekonomi terbaru yang cenderung mengecewakan, di mana data aktivitas manufaktur RI kembali mengalami kontraksi.
PMI manufaktur Indonesia terkontraksi ke 49,2 pada Oktober 2024. Angka ini tidak berubah dibandingkan September.
Kontraksi lima bulan beruntun ini mempertegas fakta jika kondisi manufaktur RI kini sangat buruk.
Terakhir kali Indonesia mencatat kontraksi manufaktur selama empat bulan beruntun adalah pada awal pandemi Covid-19 2020 di mana aktivitas ekonomi memang dipaksa berhenti untuk mengurangi penyebaran virus.
Aktivitas manufaktur yang terkontraksi secara terus menerus akan menjadi sinyal bahaya terutama bagi serapan tenaga kerja yang bisa berakibat lonjakan angka pengangguran.
Saat pengangguran meningkat, daya beli masyarakat Indonesia akan semakin menurun. Tentunya hal ini tidak baik bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang notabene berpangku pada belanja rumah tangga yang berkontribusi lebih dari 50% terhadap produk domestik bruto Indonesia.
Di lain sisi, Indonesia kembali mengalami inflasi pada November lalu. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat indeks harga konsumen (IHK) mengalami kenaikan inflasi pada bulan lalu sebesar 0,30% (month-to-month/mtm) dibandingkan Oktober 2024 yang sebesar 0,08% (mtm)
Sementara inflasi tahunannya tercatat 1,55% (year-on-year/yoy) dan inflasi tahun kalender sebesar 1,12% (year-to-date/YTD).
Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan komoditas kelompok makanan, minuman dan tembakau yang jadi penyumbang utama inflasi sepanjang November 2024.
"Delapan dari sepuluh komoditas penyumbang utama inflasi merupakan komoditas dari kelompok makanan, minuman dan tembakau dengan 4 komoditas andil tertinggi bawang merah, tomat, daging ayam ras dan minyak goreng," kata Amalia dalam rilis BPS, Senin (3/12/2024).
Teknikal Rupiah
Pergerakan rupiah kini mulai terlihat sideways berkat penguatan akhir pekan lalu. Untuk antisipasi paling dekat bisa cermati resistance di Rp15.950/US$ sebagai area pelemahan terdekat, ini didapatkan dari garis horizontal berdasarkan high candle intraday 21 November 2024.
Sementara itu, support terdekat atau potensi pembalikan arah menguat ada di Rp15.790/US$, yang didapatkan dari low candle intraday 19 November 2024.
Foto: Tradingview
Pergerakan rupiah melawan dolar AS
CNBC INDONESIA RESEARCH
(tsn/tsn)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Masih Penuh Tekanan, IHSG "Terancam" Merosot ke Level 7.000-an
Next Article Kabar Baik Datang Dari AS, Rupiah Siap Menguat Lagi!