Insentif Mobil Listrik Dinilai Masih Dibutuhkan di Tengah Geopolitik Global

2 hours ago 3

Petugas mencoba mengisi daya mobil listrik usai peluncuran Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan mesin penukar botol plastik menjadi uang atau Reverse Vending Machine (RVM) di Masjid Raya Bintaro Jaya, Kota Tangerang Selatan, Banten, Jumat (5/9/2025). BSI meluncurkan SPKLU dan RVM untuk mendukung gerakan ekonomi hijau di lingkungan berbasis komunitas masjid.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wacana pencabutan insentif kendaraan listrik dinilai perlu dikaji secara hati-hati, terutama di tengah dinamika geopolitik global yang kerap memicu fluktuasi harga minyak mentah dan berdampak pada beban impor bahan bakar minyak (BBM) Indonesia. Pengamat Ekonomi, Mata Uang, dan Komoditas Ibrahim Assuaibi menilai pasar mobil listrik nasional hingga kini masih berada pada tahap awal pengembangan.

Ia menekankan industri mobil listrik di Indonesia saat ini masih berada dalam fase pertumbuhan. “Saya katakan bahwa ini masih masa pertumbuhan. Artinya apa? Masa pertumbuhan itu masih mereka memilah-milah mana pasar yang harus dioptimalkan, mobil merek apa, harganya berapa. Ini yang harus bisa dilakukan oleh pengusaha mobil listrik,” ujarnya dalam sebuah diskusi, Selasa (30/12/2025).

Ia membandingkan kondisi tersebut dengan industri kendaraan berbahan bakar fosil yang telah lebih matang dan memiliki pengalaman panjang dalam menyesuaikan strategi penjualan di tengah tekanan ekonomi.

“Berbeda dengan mobil berbahan bakar fosil, seperti Toyota, Mitsubishi, dan lain-lain. Mereka selalu membuat strategi bagaimana dalam kondisi ekonomi saat ini, tanpa berimpak besar, membuat produk mobil dengan harga relatif lebih murah dan terjangkau oleh masyarakat,” katanya.

Ibrahim menilai jika insentif kendaraan listrik dihentikan dan perlakuan pajaknya disamakan dengan kendaraan berbahan bakar minyak, hal tersebut berpotensi memengaruhi minat masyarakat. Kondisi ini, menurut dia, juga perlu dilihat dalam konteks ketergantungan Indonesia terhadap impor BBM.

“Ketika insentif dicabut dan pajak mobil listrik disamakan dengan pajak mobil berbahan bakar fosil, kemungkinan besar harganya akan menjadi lebih mahal sehingga berpotensi ditinggalkan konsumen,” ucapnya.

Ia menambahkan ketidakpastian geopolitik global sering kali berdampak langsung terhadap harga minyak mentah dunia. Dalam situasi tersebut, setiap kebijakan yang berpotensi meningkatkan konsumsi BBM impor perlu dipertimbangkan secara cermat.

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|