Jakarta, CNBC Indonesia - Israel dilaporkan meminta adanya klausul yang mengizinkan mereka menyerang milisi Lebanon, Hizbullah, kapan saja sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata. Persyaratan ini digulirkan saat konflik di wilayah itu terus meluas hingga Suriah.
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, dan Menteri Luar Negeri Gideon Saar masing-masing mengatakan bahwa Tel Aviv perlu memiliki kebebasan untuk menanggapi setiap pelanggaran oleh Hizbullah di kemudian hari. Hal ini berarti mendorong pasukan darat Israel keluar dari zona penyangga PBB di Lebanon Selatan.
"Dalam perjanjian apa pun yang akan kita capai, kita harus mempertahankan kebebasan kita untuk bertindak jika terjadi pelanggaran," kata Menteri Luar Negeri Saar kepada para diplomat di Yerusalem, dikutip Associated Press, Rabu (20/11/2024).
"Syarat untuk penyelesaian politik apapun di Lebanon adalah hak militer Israel untuk bertindak dan melindungi warga Israel dari Hizbullah," timpal Menteri Pertahanan Katz.
Hizbullah mulai menembaki Israel pada 8 Oktober 2023, sebagai bentuk solidaritas dengan milisi Palestina Hamas setelah serangan kelompok itu terhadap Israel Selatan yang memicu perang di Jalur Gaza.
Israel telah menanggapi dengan serangan di Lebanon, dan secara dramatis meningkatkan pembomannya pada akhir September dengan meluncurkan invasi darat tepat di dalam perbatasan.
Dalam lebih dari setahun pertukaran, lebih dari 3.500 orang telah tewas di Lebanon, sebagian besar dalam sebulan terakhir, Kementerian Kesehatan melaporkan, dan lebih dari 1 juta orang telah mengungsi.
Tidak diketahui berapa banyak dari yang tewas adalah pejuang Hizbullah. Pada hari Rabu, 11 orang lainnya tewas di seluruh Lebanon, menurut kementerian dan media pemerintah Lebanon.
Di Israel, lebih dari 70 orang telah tewas oleh tembakan Hizbullah, dan puluhan ribu orang telah meninggalkan rumah mereka. Polisi Israel mengatakan sebuah roket Hizbullah jatuh di luar taman kanak-kanak yang kosong pada hari Rabu di kota utara Acre, menyebabkan kerusakan tetapi tidak ada korban luka.
Sejauh ini, ada tanda-tanda kemajuan dalam kesepakatan gencatan senjata. Pada hari Rabu, Pemimpin Hizbullah Naim Kassem mengatakan kelompok militan Lebanon mendukung negosiasi yang sedang berlangsung, tetapi memiliki 'beberapa keberatan' dan menolak ketentuan untuk 'kebebasan bergerak' bagi pasukan Israel di Lebanon.
Amos Hochstein, pejabat tinggi pemerintahan Amerika Serikat (AS) untuk Israel dan Lebanon, telah berupaya mendorong kedua belah pihak agar mencapai kesepakatan dan bertemu minggu ini dengan para pejabat di Lebanon. Ia mengatakan pada hari Rabu bahwa ia akan pergi ke Israel untuk 'mencoba menyelesaikan ini jika kita bisa'.
Hochstein sendiri mengusulkan beberapa hal yang didasarkan pada resolusi PBB yang mengakhiri perang tahun 2006 antara Hizbullah dan Israel. Resolusi tersebut menetapkan bahwa hanya tentara Lebanon dan pasukan penjaga perdamaian PBB yang boleh beroperasi di Lebanon Selatan.
Meskipun usulan tersebut berupaya menetapkan mekanisme implementasi, kegagalan untuk sepenuhnya mengimplementasikan resolusi PBB setelah perang tahun 2006 dapat menunjukkan kesulitan dalam memaksa kedua belah pihak untuk menegakkan gencatan senjata berkelanjutan.
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Lagi & Lagi! AS Veto Resolusi DK PBB Soal Gencatan Senjata Gaza
Next Article Israel Siapkan Serangan Balik untuk Hizbullah Setelah Insiden di Golan