Izin Bangunan Ponpes Minim, Kemenag Jogja Siapkan Pendataan dan Sosialisasi

3 hours ago 2

Izin Bangunan Ponpes Minim, Kemenag Jogja Siapkan Pendataan dan Sosialisasi Kepala Seksi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Kota Jogja, Saeful Anwar saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (7/10/2025). - Harian Jogja - Ariq Fajar Hidayat

Harianjogja.com, JOGJA - Minimnya pondok pesantren (ponpes) di Indonesia yang memiliki Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) menjadi sorotan usai insiden ambruknya bangunan ponpes di Sidoarjo, Jawa Timur. Dari puluhan ribu ponpes yang tersebar di berbagai daerah, hanya sekitar 50 yang tercatat telah memiliki izin PBG.

Kepala Seksi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Kota Jogja, Saeful Anwar, mengatakan ada 36 pondok pesantren di wilayah Kota Jogja. Namun, pihaknya belum memiliki data pasti terkait jumlah ponpes yang telah mengantongi PBG. Menurutnya, peristiwa ambruknya bangunan ponpes di Jawa Timur menjadi pelajaran penting bagi semua pihak.

“Setelah kejadian itu, kami akan berkoordinasi dengan atasan untuk membahas langkah sosialisasi kepada pengurus ponpes. Kami akan undang mereka dan sampaikan pentingnya mendirikan bangunan dengan PBG agar memenuhi standar kelayakan,” ujar Saeful, Selasa (7/10/2025).

Saeful menjelaskan, mayoritas pesantren merupakan lembaga swasta murni yang membangun dengan dana dan sumber daya manusia sendiri. Hal ini berbeda dengan proyek pemerintah yang memiliki aturan ketat, pengawasan, dan tenggat waktu pengerjaan. Ia menilai kondisi ini membuat banyak ponpes belum mengurus perizinan bangunan.

“Kalau tidak ada bantuan pemerintah, biasanya jarang yang punya IMB atau PBG. Selain faktor kesadaran, proses pengurusan PBG juga cukup rumit, apalagi di Jogja perlu persetujuan dari berbagai instansi bahkan hingga ke pusat. Jadi kemungkinan banyak yang enggan mengurus,” katanya.

Meski begitu, Kemenag berencana melakukan pendataan untuk mengetahui ponpes mana saja yang sudah dan belum memiliki PBG. Upaya ini sekaligus untuk mendorong pengasuh ponpes mengurus izin bangunan sesuai ketentuan.

Terkait budaya gotong royong santri dalam pembangunan, Saeful menyebut keterlibatan santri dewasa masih dianggap wajar dan menjadi bagian dari kearifan lokal. Namun, ia menegaskan santri anak-anak sebaiknya tidak dilibatkan dalam pekerjaan fisik.

“Kalau santri mahasiswa ikut gotong royong, kami anggap tidak masalah. Tapi kalau masih SD atau SMP, itu perlu disampaikan kepada pengasuh agar tidak dilibatkan,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Pengendalian Bangunan dan Pembinaan Jasa Konstruksi DPUPKP Kota Jogja, Nini Yuniarti, mengungkapkan pihaknya juga belum memiliki data rinci mengenai ponpes yang belum memiliki PBG.

Untuk mengatasi persoalan bangunan tak berizin, DPUPKP mengandalkan sosialisasi yang dilakukan melalui berbagai kanal media, termasuk YouTube dan Instagram. “Sosialisasi kami lakukan untuk semua fungsi bangunan, bukan hanya ponpes. Konten sosialisasi lewat reels Instagram juga sudah siap dan akan segera tayang,” imbuhnya.

Nini menambahkan, pengawasan terhadap bangunan yang tidak memiliki izin menjadi kewenangan Satpol PP. Dengan langkah sosialisasi yang lebih masif, pihaknya berharap kesadaran masyarakat, termasuk pengelola ponpes, untuk mengurus perizinan bangunan dapat meningkat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|