Jakarta, CNBC Indonesia - Maskapai Spirit Airlines dicerca dan disukai secara bersamaan karena pelayanan yang kurang namun memberikan daya tarik ke masyarakat kelas bawah melalui harga tiket pesawat murah. Kebangkrutannya mungkin menjadi peluang yang baik bagi para pelancong, investor, dan regulator untuk mendapatkan pemahaman terbaru tentang ekonomi maskapai penerbangan.
Mengutip The Wall Street Journal, pekan ini, maskapai yang berbasis di Florida itu mengajukan bab 11 atau kode AS untuk kepailitan. Spirit Airlines diketahui belum memiliki tahun yang menguntungkan sejak 2019.
Pailit adalah cara umum untuk mengatur ulang maskapai penerbangan yang bermasalah dengan meringankan beban utang perusahaan. Ini pernah dilakukan sejumlah maskapai AS lain seperti United Airlines dan Delta Air Lines pada awal tahun 2000-an, dan American Airlines pada tahun 2011.
Proses kebangkrutan juga membuat saham Spirit akan dihapuskan dari bursa New York (NYSE). Pemegang obligasi Spirit Airlines telah setuju untuk menukar utang sebesar US$ 800 juta dengan ekuitas US$ 350 juta dalam bentuk saham baru
Namun demikian, maskapai ini akan menjadi maskapai yang lebih kecil, dengan pemotongan biaya tahunan yang ditargetkan sebesar US$ 80 juta.
Banyak warga Amerika mungkin memiliki perasaan pahit-manis tentang hal ini. Ketika maskapai veteran US Airways Ben Baldanza mengambil alih Spirit pada tahun 2006, ia berusaha meniru maskapai besar Irlandia, Ryanair. Tarif murah hanya mencakup kursi, sedangkan yang lainnya-bahkan tas jinjing-dikenakan biaya tambahan.
Sejak saat itu, "efek Spirit" telah menurunkan harga di seluruh AS. Sebuah makalah baru-baru ini oleh Brad Shrago di Departemen Transportasi menemukan bahwa Spirit dan dua pemain berbiaya sangat rendah lainnya, Frontier Airlines dan Allegiant Air, memaksa para pemain lama untuk memangkas tarif termurah mereka setiap kali memasuki rute baru.
Namun Spirit dan Frontier dibenci. Dalam Indeks Kepuasan Pelanggan Amerika terbaru, peringkat mereka bahkan di bawah perusahaan penyedia internet. Keterlambatan dan pembatalan sebagian menjadi penyebabnya, tetapi ada juga reaksi yang tidak rasional terhadap pembayaran untuk add-on, bahkan jika harganya pada akhirnya tetap lebih rendah.
Sejak pandemi, para pelancong lebih bersedia membayar kursi dengan ruang kaki ekstra. Bahkan Spirit telah beralih menawarkan pilihan kursi, Wi-Fi dalam pesawat, dan kursi tengah yang ditutup.
The Wall Street Journal merinci sejumlah penyebab merananya Spirit.
Pelajaran pertama adalah bahwa strategi penetapan harga tidak dapat menciptakan sumber pemasukan permanen. Hanya diferensiasi jaringan dan nilai tambah berbeda yang dapat diandalkan.
Hal penting kedua yang perlu diingat adalah posisi pasar sangat dinamis dan dapat berubah sekejap meski dengan banyak keunggulan kompetitif yang dimiliki. Hal ini terlihat dari gelombang konsolidasi di antara maskapai penerbangan AS pada pertengahan 2010-an membuat mereka mampu merasionalisasi jadwal dan membuat kesepakatan menguntungkan dengan sejumlah partner seperti kartu kredit untuk penawaran diskon. Namun, kerja sama ini nyatanya tidak memberi mereka kekuatan oligopoli yang kuat.
(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Terkerek Data Ekonomi AS, IHSG & Rupiah Ditutup Sumringah
Next Article Lengkap! Ini Daftar 12 Bank Bangkrut Sepanjang 2024