Mentan Amran Pede Swasembada Pangan Bukan Mimpi, Punya 3 Jurus Utama

2 months ago 17

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman optimistis swasembada pangan bukanlah mimpi alias isapan jempol semata, melainkan dapat segera terwujud. Adapun strateginya untuk mewujudkan swasembada pangan, yaitu melibatkan petani milenial dengan dukungan mentor dan pendamping yang siap membantu mereka mengelola usaha tani modern di 12 provinsi.

"Kunci keberhasilan swasembada pangan terletak pada generasi muda. Dengan keterlibatan petani milenial, teknologi modern, dan sumber daya alam yang kita miliki, saya yakin kita bisa melampaui target," kata Mentan Amran dalam keterangan tertulisnya, dikutip Kamis (21/11/2024).

Amran menjelaskan, Brigade Swasembada Pangan akan beroperasi di 12 provinsi strategis yang menjadi wilayah optimalisasi lahan rawa (OPLAH), yaitu Aceh, Sumatra Utara, Riau, Sumatra Selatan, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Papua Selatan. Pada tahun 2024, Kementan telah berhasil menggarap 350 ribu hektare (ha) lahan OPLAH, yang kini siap mendukung peningkatan produksi beras nasional.

Setiap brigade terdiri dari 15 petani milenial yang akan mengelola lahan seluas 200 ha secara terstruktur dan terintegrasi. Untuk tahap pertama, brigade pangan akan didukung oleh 400 pendamping yang merupakan para pegawai Kementan terpilih, serta 50 mentor yang terdiri dari penyuluh, dosen, guru, dan widyaiswara.

"Brigade Swasembada Pangan ini adalah langkah strategis untuk mengoptimalkan lahan rawa. Dengan tata lahan dan tata air yang baik, serta pendampingan intensif, kita dapat meningkatkan produktivitas hingga tiga kali tanam setahun," jelasnya.

Amran pun menekankan pentingnya pendampingan yang efektif untuk memastikan keberhasilan petani milenial. "Kalian (petani milenial) adalah agen perubahan. Masa depan pertanian ada di tangan kalian," kata Amran.

Amran berjanji akan rutin memantau kerja Brigade Swasembada Pangan di lapangan. Dirinya menyebutkan tolak ukur keberhasilan para pendamping dan mentor adalah apabila brigade pangan binaannya bisa meningkatkan produktivitas padi minimal 5 juta ton per ha dan pendapatannya bisa di atas Rp10 juta per bulan.

"Kalau mereka tekun dan bekerja keras, bukan tidak mungkin pendapatannya bisa mencapai Rp20 juta. Dengan pendapatan yang di atas pendapatan kantoran biasa, mereka akan semangat menjadi petani. Brigade pangan ini hanya awal karena selanjutnya kita akan arahkan mereka untuk menjadi pengusaha. Sehingga penting untuk membekali mereka dengan pengetahuan korporasi," ujarnya.

Setiap brigade akan mendapatkan bantuan hibah sebesar Rp3 miliar berupa alat dan mesin pertanian, serta benih unggul untuk mendukung kegiatan mereka. "Semua fasilitas sudah kami siapkan. Tidak ada alasan untuk gagal. Dengan kerja keras, Indonesia tidak hanya swasembada, tetapi juga bisa menjadi lumbung pangan dunia," pungkas Amran optimistis.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Penyuluhan dan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Idha Widi Arsanti menyampaikan, saat ini sudah terbentuk lebih dari 1.500 brigade pangan yang tersebar di 12 provinsi. Setiap pendamping bertanggung jawab mengadovakasi lima brigade pangan.

Perempuan yang akrab dipanggil Santi itu menyebutkan workshop ini diharapkan dapat memberikan pelatihan kepada ASN dan mentor dalam mengelola pendampingan Brigade Pangan secara efektif.

"Melalui workshop ini, para calon pendamping setidaknya bisa memahami dan menerapkan konsep pertanian modern di wilayahnya masing-masing, mulai dari penggunaan varietas unggul bersertifikat dan pemanfaatan alat dan mesin modern, hingga hilirisasi dan pengelolaan kawasan secara terintegrasi dan terstruktur," tuturnya.

Adapun untuk mendaftarkan diri menjadi Brigade Swasembada Pangan, Santi menjelaskan langkah pertama, calon petani harus datang langsung ke Dinas-dinas pertanian baik yang ada di Kabupaten/Kota maupun tingkat Provinsi.

"Dari sana (dinas) akan mengarahkan ke pendamping atau mentor dari kami (Kementan)," terang dia.

Santi mengatakan, setiap petani berpotensi memiliki pendapatan lebih dari Rp10 juta per bulan. Hitung-hitungan tersebut berasal dari swakelola bagi hasil antara lapangan usaha dan petani baik dari sisi pendapatan produksi maupun hasil jual yang mencapai Rp6000 per kilogram gabah kering giling (GKG).

Dia pun memastikan angka sebesar itu merupakan pendapatan murni alias bukan gaji yang selama ini muncul di pemberitaan.

"Itu bukan gaji tapi pendapatan dari harga jual GKG yang mencapai Rp 6000 per kilogram. Kemudian ada juga pembagian lainnya seperti 20% lapangan usaha. Jadi kami sudah hitung di dalam 15 orang anggota brigade swasembada pangan itu pendapatan per orangnya bisa 10 juta," kata Santi.

Menurutnya, semua pendapatan itu juga tak lepas dari peran pemerintah yang telah menyiapkan skema pertanian modern untuk memangkas biaya produksi hingga 50%. Pemerintah akan memberi hibah berupa alat mesin pertanian kepada setiap kelompok brigade swasembada pangan.

"Dukungan dari pemerintah juga termasuk benih dan juga pupuk yang disiapkan untuk menopang jalannya produksi brigade swasembada pangan," ucap dia.

Santi menambahkan, terdapat beberapa kriteria bagi petani milenial yang akan masuk dan menjadi bagian dari brigade swasembada pangan ini.

"Pertama harus jujur, punya prinsip dan memiliki komitmen meningkatkan produktivitas. Nanti di lapangan luas lahan yang akan dikelola brigade pangan sekitar 200 hektare melalui kelola kemitraan," katanya.

Sebagai informasi, total pendaftar pada brigade swasembada pangan ini mencapai kurang lebih 23 ribu dari berbagai unsur. Mereka akan didampingi para ASN yang disiapkan khusus dalam mengawal jalanya produksi untuk swasembada dan juga lumbung pangan dunia.


(dce)

Saksikan video di bawah ini:

Tawaran Mentan ke Petani Milenial, 200 Hektar & Pendapatan Rp 10 Juta

Next Article Mentan Geram Program Pompanisasi Dicibir: Duh Asal Ngomong!

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|