Jakarta, CNBC Indonesia - Perang antara Rusia dan Ukraina telah memasuki hari ke 1.009 pada Jumat (29/11/2024). Sejumlah eskalasi terjadi pada perang yang berada di benua Eropa di jaman modern.
Rusia kembali membombardir Ukraina dengan 90 rudal dan 100 drone dalam seharian. Sementara Presiden Rusia Vladimir Putin mengeluarkan ancaman terbaru soal penggunakan senjata hipersonik.
Lalu bagaimana fakta lainnya? Berikut update terbaru perang antara dua negara tetangga di Eropa tersebut, seperti dihimpun CNBC Indonesia dari berbagai sumber.
Rusia Bombandir 10 Kota Ukraina dengan Rudal Jelajah
Militer Rusia pada Kamis kembali membombardir wilayah Ukraina dengan rudal jelajah. Dalam laporan Reuters, ledakan terdengar di kota-kota seperti Odesa, Kropyvnytskyi, Kharkiv, Rivne, dan Lutsk dini hari. Infrastruktur energi menjadi sasaran besar-besaran Rusia.
"Serangan rudal jelajah Rusia," kata kantor berita Ukraina Zerkalo Tyzhnya dan Suspilne.
"Musuh terus menyerang Kharkiv dengan rudal," tulis wali kota Ihor Terekhov.
Hal sama juga dimuat laman AFP. Dilaporkan bagaimana militer Ukraina memberi peringatan serangan udara ke seluruh negeri.
"Peringatan serangan udara telah diumumkan di seluruh wilayah Ukraina akibat ancaman rudal," kata angkatan udara Ukraina dalam sebuah pesan di Telegram seraya menyebut ada 10 kota yang ditarget.
"Kharkiv, pergi ke tempat perlindungan!" tegas angkatan udara lagi.
Serangan rudal terbaru terjadi sehari setelah presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump menunjuk pensiunan jenderal Keith Kellogg yang setia dan loyalis sebagai utusannya untuk Ukraina. Ia akan bertugas mengakhiri invasi Rusia selama dua setengah tahun.
Rusia Tembak 90 Rudal dan 100 Drone
Sementara itu dalam pernyataan lain, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan Rusia menembakkan setidaknya 90 rudal dan 100 drone ke Ukraina dalam serangan kemarin. Bom kluster (bom tandan), yang bsia menimbulkan risiko jangka panjang karena berubah menjadi ranjau darat, digunakan Moskow untuk menyerang mantan sesama Uni Soviet itu.
"Ini adalah eskalasi taktik teroris Rusia yang sangat tercela," kata Zelensky.
Ukraina sendiri mengklaim telah menjatuhkan 79 rudal dan 35 drone Rusia. Akibat serangan itu satu juta warga Ukraina kehilangan listrik dalam suhu yang sangat dingin.
Intelijen AS Ungkap Potensi Perang Nuklir dengan Rusia
Intelijen Amerika Serikat (AS) mengungkapkan potensi perang nuklir antara negara itu dengan Rusia, yang terus memanas pasca-Washington memberikan izin kepada Ukraina untuk menggunakan senjata buatannya ke wilayah Moskow. Hal ini disampaikan oleh lima sumber kepada Reuters.
Dalam pernyataannya, sumber-sumber tersebut mengungkapkan bahwa potensi terjadinya perang nuklir antara dua negara tersebut nihil. Hal itu tidak mungkin terjadi meski Presiden Rusia Vladimir Putin makin agresif dalam membuat pernyataan terkait senjata berbahaya itu.
"Penilaiannya konsisten: ATACM tidak akan mengubah kalkulasi nuklir Rusia," kata seorang ajudan kongres yang diberi pengarahan tentang intelijen, mengacu pada rudal Amerika dengan jangkauan hingga 190 mil (306 km).
Salah satu dari lima sumber AS tersebut mengatakan bahwa saat ini Rusia sedang memosisikan diri sebagai negara yang setara dengan Washington. Salah satu upaya yang dilakukan Moskow untuk melakukan penyetaraan ini adalah peluncuran rudal balistik baru, yang dilakukan minggu lalu.
Pejabat AS mengatakan laporan intelijen tersebut telah membantu memandu perdebatan yang sering memecah belah selama beberapa bulan terakhir di dalam pemerintahan Presiden Joe Biden tentang apakah pelonggaran pembatasan penggunaan senjata Amerika oleh Ukraina oleh Washington sepadan dengan risiko membuat Putin marah.
Para pejabat awalnya menolak langkah tersebut, dengan alasan kekhawatiran eskalasi dan ketidakpastian tentang bagaimana Putin akan menanggapinya. Beberapa pejabat tersebut, termasuk di Gedung Putih, Pentagon, dan Departemen Luar Negeri, khawatir akan pembalasan terhadap personel militer dan diplomatik AS serta sekutu NATO.
Gedung Putih Desak Ukraina Rekrut Pria Berusia 18 Tahun Lawan Rusia
Pemerintahan Presiden AS Joe Biden mendesak Ukraina untuk segera meningkatkan jumlah militernya dengan merekrut lebih banyak pasukan dan merombak undang-undang mobilisasinya untuk memungkinkan perekrutan pasukan yang berusia 18 tahun.
Mengutip Associated Press (AP), seorang pejabat senior pemerintahan Biden, yang berbicara dengan syarat anonim untuk membahas konsultasi tertutup tersebut, mengatakan pada Rabu bahwa pemerintahan Biden ingin Ukraina menurunkan usia mobilisasi menjadi 18 tahun dari usia saat ini 25 tahun untuk membantu memperluas jumlah pria usia siap tempur yang tersedia guna membantu Ukraina dalam perangnya yang telah berlangsung hampir tiga tahun dengan Rusia.
Gedung Putih telah memberikan lebih dari US$56 miliar dalam bentuk bantuan keamanan ke Ukraina sejak dimulainya invasi Rusia pada Februari 2022 dan berharap untuk mengirimkan miliaran dolar lagi ke Kyiv sebelum Biden meninggalkan jabatannya dalam waktu kurang dari beberapa bulan.
Namun seiring dengan waktu yang semakin menipis, Gedung Putih Biden juga mempertajam sudut pandangnya bahwa Ukraina memiliki persenjataan yang dibutuhkannya dan kini harus meningkatkan jumlah personelnya secara drastis jika ingin tetap bertempur melawan Rusia.
Menurut AP, pejabat tersebut mengatakan Ukraina yakin mereka membutuhkan sekitar 160.000 pasukan tambahan, tetapi pemerintah AS yakin mereka mungkin akan membutuhkan lebih banyak lagi.
Pembicaraan Ukraina dan Korsel
Menteri Pertahanan Ukraina, Rustem Umerov, mengatakan bahwa ia telah membahas langkah-langkah bersama untuk memperkuat keamanan dan stabilitas dengan Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, saat berkunjung ke Seoul pada hari Rabu.
"Kami yakin bahwa argumen kami tentang perlunya meningkatkan kerja sama antara Ukraina dan Republik Korea akan mengarah pada penguatan keamanan yang nyata bagi rakyat dan kawasan kami," tulis Umerov dalam sebuah pernyataan di aplikasi perpesanan Telegram.
Kantor Yoon mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa presiden berharap bahwa Seoul dan Kyiv akan menemukan cara-cara yang efektif untuk mengatasi ancaman keamanan yang ditimbulkan oleh kerja sama militer Korea Utara-Rusia termasuk pengiriman pasukan Korea Utara.
Dukungan untuk Ukraina
Negara-negara Nordik dan Baltik serta Polandia mengatakan pada Rabu bahwa mereka akan meningkatkan dukungan untuk Ukraina dalam beberapa bulan mendatang, termasuk untuk industri pertahanan negara itu, dan berinvestasi dalam menyediakan lebih banyak amunisi.
"Kami berkomitmen untuk memperkuat pencegahan dan pertahanan kami, termasuk ketahanan, terhadap serangan konvensional maupun hibrida, dan untuk memperluas sanksi terhadap Rusia serta terhadap mereka yang memungkinkan agresi Rusia," kata para pemimpin Denmark, Estonia, Finlandia, Latvia, Norwegia, Polandia, dan Swedia dalam sebuah pernyataan.
Rusia Ancam Jepang
Rusia mengatakan pada Rabu bahwa jika AS menempatkan rudal di Jepang, hal ini akan mengancam keamanan Rusia dan mendorong Moskow untuk membalas. Kantor berita Jepang Kyodo melaporkan bahwa Jepang dan AS bermaksud untuk menyusun rencana militer bersama untuk kemungkinan keadaan darurat Taiwan yang mencakup pengerahan rudal.
Juru bicara kementerian luar negeri Rusia, Maria Zakharova, bahkan menuduh Jepang meningkatkan situasi di sekitar Taiwan. Ini untuk membenarkan perluasan hubungan militer dengan Washington.
Rusia Alami Kekurangan Tenaga Kerja
Rusia menghadapi kekurangan tenaga kerja yang parah akibat tingginya perekrutan militer, meningkatnya kebutuhan industri pertahanan, dan emigrasi sejak invasi ke Ukraina pada Februari 2022. Situasi ini memengaruhi berbagai sektor, mulai dari konstruksi, pertanian, hingga teknologi informasi, menurut perusahaan, pekerja, lembaga rekrutmen, dan pejabat pemerintah.
"Bus nomor tujuh tidak berjalan pagi ini," tulis Olga Slatina di media sosial dari wilayah Sverdlovsk di Pegunungan Ural. Dispatcher mengabarkan bahwa bus tersebut tidak tersedia karena kekurangan pengemudi. Kondisi ini menggambarkan dampak nyata dari kekurangan tenaga kerja di wilayah tersebut.
Data Rosstat menunjukkan tingkat pengangguran mencapai rekor terendah 2,3%. Namun, ini mencerminkan kekurangan tenaga kerja yang lebih luas.
Di wilayah Sverdlovsk, terdapat lebih dari 54.000 lowongan pekerjaan, sementara hanya ada kurang dari 9.000 pencari kerja. Di distrik federal pusat Rusia, terdapat sembilan lowongan untuk setiap penganggur, menurut utusan khusus presiden Igor Shchegolev.
Sektor konstruksi menghadapi kenaikan harga dan penundaan proyek akibat kurangnya pekerja, kata Sergei Pakhomov, direktur Golos Group.
Menurut Menteri Pertanian Oksana Lut, di sektor pertanian, 200.000 pekerja meninggalkan pekerjaan mereka pada 2023, yang memengaruhi proses tanam dan panen.
Polisi juga menghadapi kekurangan tenaga kerja yang signifikan. Valentina Matvienko, ketua majelis tinggi parlemen Rusia, melaporkan bahwa jumlah posisi kosong di kementerian dalam negeri telah meningkat dua kali lipat dalam dua tahun terakhir.
Sementara itu, pemerintah mendorong digitalisasi, rekrutmen kelompok usia muda, pensiunan, dan penyandang disabilitas, serta pelonggaran aturan kerja lembur. Namun, pembatasan pekerja migran tetap menjadi kendala.
Putin Warning Tembak Rudal Hipersonik
Presiden Rusia Vladimir Putin mengancam akan menyerang "pusat-pusat pengambilan keputusan" di ibu kota Ukraina, Kyiv dengan rudal hipersonik baru Rusia. Ini ditegaskannya beberapa jam setelah Moskow menghantam jaringan energi Ukraina dalam sebuah serangan yang menyebabkan satu juta orang kehilangan aliran listrik.
Mengutip AFP, Putin mengatakan pemboman baru itu merupakan tanggapan terhadap serangan Ukraina di wilayahnya dengan rudal-rudal Barat. AS sebelumnya mengizinkan penggunaan Army Tactical Missile System (ATACMS) dalam perang Ukraina ke Rusia sementara Inggris memberi lampu hijau ke penggunaan rudal Strom Shadow.
"Kami tidak mengesampingkan penggunaan Oreshnik terhadap militer, industri militer, atau pusat pengambilan keputusan, termasuk di Kyiv," kata Putin dalam konferensi pers di ibu kota Kazakhstan, Astana, mengacu pada rudal hipersonik tersebut.
Perlu diketahui, Rusia minggu lalu menguji rudal balistik Oreshnik barunya di Ukraina. Putin membanggakannya pada hari Kamis dan menyebut "menembakkan beberapa senjata sekaligus akan memiliki kekuatan yang setara dengan serangan nuklir, atau hantaman meteorit".
"Serangan semalam itu merupakan respons terhadap serangan berkelanjutan di wilayah kami oleh rudal ATACMS," ujar Putin lagi menyebut serangan Rusia ke Ukraina yang terbaru.
"Seperti yang telah saya katakan berulang kali, akan selalu ada respons dari pihak kami," tambahnya.
(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Rusia Teken Dekrit Penggunaan Senjata Nuklir, Bisa Serang AS
Next Article Drone Ukraina Menggila, Rusia Umumkan Status Darurat di Wilayah Ini