Jakarta, CNBC Indonesia - Uber memperluas layanan kendaraan tanpa sopir (driver) atau diistilahkan 'robotaxi'. Kali ini layanan tersebut akan bisa ditemui di jalanan Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA).
Perusahaan yang pernah membuka layanan di Indonesia itu bekerja sama dengan WeRide dari China untuk menjalani layanan otonom terbarunya.
Layanan tersebut bisa digunakan di antara Pulau Saadiyat dan Pulau Yas. Selain itu juga dapat diakses untuk rute ke dari dari Bandara Internasional Zayed.
Kerja sama ini membuat robotaxi WeRide bisa dipanggil pengguna melalui aplikasi Uber.
Pada awalnya kendaraan tak sepenuhnya tanpa supir karena masih ditemani pengemudi manusia. Uber menjelaskan ini sebagai cara menjaga keamanan dalam pengendara.
"Untuk memastikan pengalaman yang aman dan handal untuk pengendara dan pejalan kaki," kata Uber dalam keterangan resminya dikutip dari CNBC Internasional, Selasa (10/12/2024).
Masyarakat Abu Dhabi baru akan bisa menikmati layanan tanpa pengemudi sepenuhnya pada akhir 2025 mendatang.
Sebelumnya Uber telah membuka layanan serupa di Amerika Serikat (AS). Sekitar puluhan ribu kendaraan difasilitasi per bulan bisa dinikmati di jalanan negara itu.
Sementara itu WeRide merupakan pengembang kendaraan otonom di China. Perusahaan telah memegang izin melakukan pengujian kendaraan tanpa pengemudi serta pengujian dan pengoperasian di beberapa wilayah dari Dubai, Singapura hingga AS.
Analis James Cordwell mengatakan layanan otonom akan terus mengalami perkembangan. Uber juga memiliki potensi dalam pasar tersebut.
"Kami percaya otonom akan memperluas pasar yang dituju secara signifikan dan Uber memiliki posisi baik menjadi agregator penyedia kendaraan otonom," jelasnya.
Sebagai informasi, Uber sempat mencoba peruntungan di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Namun, persaingan dengan pemain lokal dan regional yang sengit membuat Uber memutuskan menjual bisnisnya ke Grab pada 2018 silam.
Kala itu, CEO Uber Dana Khosrowshahi mengatakan bahwa mundurnya Uber dari pasar Asia Tenggara karena Uber memiliki batasan untuk mendominasi sektor transportasi online di sejumlah negara di dunia.
"Satu potensi bahaya dari strategi global kami adalah terlalu banyak turun gelanggang dalam pertarungan melawan kompetitor yang tidak sedikit dan ini terjadi di cakupan kawasan yang luas," katanya pada 2022 silam.
(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini:
Video; Serangan Siber Hantui Digitalisasi RI, Industri Siap Hadapi?
Next Article Kiamat Driver Online China Makin Ganas Menular ke Amerika