RI Menang Gugatan Biodiesel di WTO, Wamendag Roro: Ini Jadi Pendobrak!

9 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Menteri Perdagangan RI (Wamendag) Dyah Roro Esti angkat suara perihal kemenangan Indonesia yang berhasil membuktikan adanya tindakan diskriminatif Uni Eropa (UE) terhadap produk minyak sawit dan biofuel berbasis tanaman sawit di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization (WTO).

Roro menyebutkan hal tersebut bisa menjadi pendobrak sekaligus penstabil terhadap komoditas lain seperti nikel yang juga saat ini tengah digugat di WTO. Padahal, Roro bilang, Indonesia memiliki kewenangan dan kebijakan atas negara sendiri.

"(Menangnya biodiesel RI di WTO) pasti ada dampaknya pada perekonomian negara juga dan yang berikutnya adalah bahwa ini menjadi stabilizer karena mengenai isu nikel itu kan kita selalu digugat, tapi sedangkan kita punya kebijakan dalam negeri yang saya rasa sangat amat penting apalagi dengan hilirisasi," ucap Roro saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (17/1/2025).

Dia mengungkapkan, pemerintah mengapresiasi upaya berbagai pihak yang berkaitan dengan kemenangan ini. Bahkan, Roro menilai hal itu bisa menjadi pendobrak untuk komoditas lain yang saat ini juga tengah diproses di badan sengketa WTO.

"Tapi secara keseluruhan tentu kita apresiasi dengan kemenangan kita sebagai suatu hal pendobrak juga," tambahnya.

Sementara itu, terkait kelanjutan proses aksi banding Indonesia atas gugatan Eropa terhadap kebijakan larangan ekspor bijih nikel RI, pihaknya optimistis pihak Indonesia bisa memberikan terbaik dalam sidang gugatan di Badan Banding WTO nantinya. Pemerintah, lanjutnya, sudah menyiapkan negosiator yang bisa memberikan solusi terbaik.

"Kalau itu (gugatan nikel RI di WTO) kita nanti lihat berprosesnya aja kali ya jadi kita lihat prosesnya seperti apa. Yang jelas kita punya tim negosiator yang ada di WTO harapannya apapun keputusannya kita bisa selalu mencari dan mendapatkan jalan keluarnya," tuturnya.

Seperti diketahui, panel WTO menyatakan UE memberikan perlakuan yang tidak adil atau diskriminatif terhadap biofuel berbahan baku kelapa sawit dari Indonesia dibandingkan produk serupa dari UE, seperti rapeseed dan bunga matahari. Selain itu, produk impor dari negara lain seperti kedelai juga mendapatkan keuntungan lebih dibandingkan kelapa sawit Indonesia.

Tak hanya itu, Panel WTO juga menilai UE telah gagal meninjau data yang digunakan untuk menentukan biofuel dengan kategori alih fungsi lahan kelapa sawit berisiko tinggi (high ILUC-risk) serta ada kekurangan dalam penyusunan dan penerapan kriteria serta prosedur sertifikasi low ILUC-risk dalam Renewable Energy Directive (RED) II. Oleh karena itu, UE diwajibkan untuk menyesuaikan kebijakan di dalam Delegated Regulation yang dipandang Panel melanggar aturan WTO.

"Indonesia melihat kebijakan tersebut sebagai bentuk tindakan proteksionisme dengan dalih menggunakan isu kelestarian lingkungan yang sering didengungkan oleh Uni Eropa," ujar Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso.

Perlu diketahui, kasus ini bermula pada Desember 2019 lalu, ketika Indonesia menggugat pertama kali kebijakan UE yang dianggap menghambat akses pasar kelapa sawit melalui RED II, Delegated Regulation, dan kebijakan Prancis. Kebijakan tersebut meliputi pembatasan konsumsi biofuel berbahan baku kelapa sawit hingga 7%, pengkategorian high ILUC-risk, serta penghentian penggunaan biofuel sawit secara bertahap (phase out). Gugatan ini terdaftar di WTO dengan nomor kasus DS593.

Berdasarkan aturan WTO, laporan Panel akan diadopsi dalam waktu 20-60 hari jika tidak ada keberatan dari pihak yang bersengketa. Keputusan ini bersifat mengikat, dan UE wajib mematuhi putusan dengan menyesuaikan kebijakannya.

Budi mengatakan, pemerintah Indonesia akan memonitor secara ketat perubahan regulasi UE agar sesuai dengan putusan dan rekomendasi DSB WTO, khususnya terkait unsur diskriminasi yang dimenangkan Indonesia. Jika diperlukan, Pemerintah Indonesia juga akan menilai kepatuhan (compliance panel) terhadap hal tersebut. Secara paralel, Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk membuka akses pasar produk sawit Indonesia di pasar UE melalui berbagai forum perundingan.

"Keberhasilan Indonesia dalam memenangkan sengketa dagang di WTO merupakan hasil dari langkah proaktif dan koordinasi yang intensif para pemangku kepentingan di dalam negeri seperti kementerian dan lembaga terkait, pelaku industri, asosiasi kelapa sawit Indonesia, tim ahli, dan tim kuasa hukum Pemerintah Indonesia," kata Budi.


(wia)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Pak Prabowo, Pengusaha Curhat Produktivitas Sawit RI "Mandek"

Next Article Peternak Nangis Susu Impor Masuk RI Bebas Pajak, Wamendag Bilang Gini

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|