Tak Diketahui Publik, PM Israel Diam-Diam Pernah Temui Presiden RI Ini

1 day ago 8

Jakarta, CNBC Indonesia - Selama hampir 80 tahun berdiri, posisi Indonesia atas penjajahan Israel terhadap Palestina di atas kertas selalu sama, yakni menentangnya. Namun, sejarah juga mencatat dalam kurun waktu tersebut, Indonesia rupanya pernah bertemu dengan Israel.

Tidak tanggung-tanggung, Perdana Menteri (PM) Israel Yitzhak Rabin tercatat pernah ke Indonesia menemui Presiden Soeharto (1968-1998). Rabin tak menemui Soeharto di Istana Negara, tetapi di rumah pribadi sang jenderal di Jl. Cendana. 

Kejadian ini terjadi pada Oktober 1993 silam. Kala itu, Rabin sedang mengadakan tur Asia untuk mempromosikan perdamaian di Timur Tengah, khususnya terkait konflik Israel-Palestina. 

Sebelumnya, pada September 1993, dia memang sudah menandatangani Perjanjian Oslo bersama pemimpin PLO, Yasser Arafat. Poin penting dari perjanjian itu, salah satunya, pemberian kedaulatan kepada rakyat Palestina di Gaza serta Tepi Barat.

Negara berpenduduk Muslim terbesar yang selalu memperjuangkan Palestina bernama Indonesia jelas dijadikan Rabin sebagai negara kunjungan prioritas. Apalagi, Presiden Soeharto juga bertugas sebagai Kepala Gerakan Non-Blok (GNB).

"Rabin ingin memperlihatkan kepada lawan politiknya yang menentang perjanjian damai PLO-Israel bahwa ia telah didukung Cina sebagai negara berpenduduk terbesar, yakni 1,2 miliar dan GNB yang beranggotakan 110 negara dengan Indonesia, berpenduduk Muslim terbesar di dunia, sebagai ketuanya," kata Nazaruddin Sjamsuddin, Guru Besar FISIP UI, dikutip dari kumpulan tulisan berjudul Presiden RI ke II Jenderal Besar H.M. Soeharto dalam berita: 1993 (2008).

Dalam statusnya sebagai Kepala GNB, Soeharto setuju atas inisiatif Rabin. Meski di sisi lain, banyak elit juga yang menentangnya. Oleh karena itu, pertemuan dilakukan secara senyap alias diam-diam. 

Tidak seperti tamu negara lain, Soeharto lebih memilih menerima Rabin di kediaman pribadi Jl. Cendana ketimbang Istana Negara. Tercatat pada 15 Oktober 1993, Soeharto menerima kunjungan PM Israel Yitzhak Rabin.

Tak ada media yang memberitakan. Hanya para elit yang tahu. Jurnalis dan media baru mengetahui kunjungan Rabin itu empat jam setelah PM Israel itu lepas landas dari Jakarta.

"Mempertimbangkan gesekan isu-isu sensitif agama yang dipertaruhkan," kata Retnowati Abdulgani-Knapp ungkap penyebab pertemuan diadakan rahasia, dikutip dalam Soeharto: The Life and Legacy of Indonesia's Second Presiden (2007).

Barulah setelahnya kabar pertemuan itu mencuat di media. Kontroversi pun langsung datang. Pihak istana langsung buru-buru membuat klarifikasi melalui Menteri Sekretaris Negara, Moerdiono. Moerdiono beralasan bahwa pertemuan Soeharto bukan berkapasitas sebagai Presiden Indonesia, tapi Kepala Gerakan Non-Blok.

"Tanpa kapasitas sebagai Ketua GNB, mustahil Presiden Soeharto menerima PM Rabin dalam situasi sekarang," ungkap pendiri CSIS, Soedjati Djiwandono, dikutip dari Indonesia and the Muslim World (2007).

Soeharto rupanya ingin menunjukkan kepada negara-negara GNB bahwa dia memainkan peran bagi perdamaian dunia. Selain itu dia ingin memperlihatkan aksi nyata dari kebijakan politik bebas-aktif. Hanya saja, pertemuan senyap ini tetap menjadi kontroversi. Sebab, untuk pertama kalinya seorang Presiden Indonesia, terlepas dari status melekat lain, pernah bertemu empat mata dengan penguasa Israel.

Akan tetapi, sejarah juga mencatat, Presiden Soeharto pernah menolak kedatangan PM Israel lain, yakni Benjamin Netanyahu pada Agustus 1997.


(mfa/sef)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Benahi Karut Marut Kesehatan RI, Ini Perintah DPR ke Pemerintah

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|