AS Makin Ngeri! Situasi Bak Perang Saudara-Kota-Kota Dikepung Tentara

3 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketegangan antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan sejumlah kota yang dipimpin Partai Demokrat memanas. Ancaman Trump untuk menerapkan Insurrection Act atau Undang-Undang Pemberontakan memicu perdebatan sengit soal batas kekuasaan presiden atas penggunaan militer di dalam negeri.

Pada Selasa (7/10/2025) waktu setempat, ratusan personel Garda Nasional Texas dilaporkan berkumpul di fasilitas Angkatan Darat di Elwood, Illinois. Ini terjadi di tengah ancaman Trump mengerahkan pasukan ke lebih banyak kota besar seperti Chicago dan Portland. Langkah itu menimbulkan kekhawatiran akan militerisasi sipil dan pelanggaran kewenangan negara bagian.

Trump menyatakan, pengerahan pasukan diperlukan untuk menjaga ketertiban dan melindungi fasilitas pemerintah federal.

"Jika Anda melihat Chicago, itu kota besar dengan banyak kejahatan. Kalau gubernurnya tidak bisa menangani, kami yang akan melakukannya. Sesederhana itu," kata Trump di Gedung Putih, seperti dikutip Reuters.

Namun, pernyataan itu memantik kritik keras dari para pejabat Demokrat yang menilai langkah tersebut sebagai upaya memperluas kekuasaan presiden secara sewenang-wenang. Gubernur Illinois JB Pritzker menuduh Trump menggunakan militer untuk kepentingan politik.

"Donald Trump menjadikan anggota militer kita sebagai alat peraga politik dan pion dalam upaya ilegalnya untuk memiliterisasi kota-kota di negara ini," tegas Pritzker.

Illinois dan pemerintah kota Chicago menggugat administrasi Trump, berupaya menghentikan pengerahan 700 pasukan Garda Nasional yang sebagian besar berasal dari Texas dan Illinois. Hakim federal April Perry mengizinkan pengerahan sementara sambil menunggu tanggapan resmi pemerintah AS.

Sementara itu, seorang hakim federal di Oregon memblokir rencana pengiriman pasukan tambahan ke Portland. Pejabat setempat menilai situasi di lapangan tidak seperti yang digambarkan Trump sebagai "zona perang."

UU Pemberontakan Tak Pernah Dipakai Sejak 1992

Undang-Undang Pemberontakan memberikan kewenangan kepada presiden untuk mengerahkan militer dalam menanggapi kerusuhan besar, biasanya atas permintaan gubernur. Terakhir kali aturan ini digunakan pada 1992 oleh Presiden George H.W. Bush saat kerusuhan Los Angeles.

Pensiunan Mayor Jenderal Randy Manner menilai langkah Trump berpotensi melanggar norma hukum dan demokrasi.

"Ini langkah yang sangat berbahaya, karena pada dasarnya berarti presiden bisa melakukan apa pun yang diinginkannya. Itu definisi kediktatoran dan fasisme," ujarnya.

Penggunaan undang-undang tersebut tanpa restu negara bagian akan menjadi eskalasi besar terhadap kebijakan keamanan domestik AS. Sejak memulai masa jabatan keduanya pada Januari, Trump terus memperluas peran militer dalam urusan sipil dan memperkuat posisi eksekutif melampaui batas konstitusional.

Di Chicago dan Portland, protes terhadap kebijakan imigrasi Trump tetap berlangsung damai. Aktivitas warga pun berjalan normal. Restoran, teater, hingga kawasan wisata tepi danau tetap ramai. Namun di pinggiran Broadview, beberapa demonstrasi sempat diwarnai bentrokan kecil dengan aparat federal.

Meski begitu, sebagian pengamat menilai ancaman Trump menggunakan Insurrection Act lebih bersifat simbolis untuk menunjukkan ketegasan politik menjelang pemilihan sela, ketimbang langkah nyata untuk menekan kerusuhan.


(tfa/tfa)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Riset Terbaru Buktikan Warga AS Makin Tak Suka Trump

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|