Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) mengumumkan bahwa milisi Sudan yang berperang dengan pemerintah, Rapid Support Forces (RSF), pimpinan Hamdan Dagalo telah melakukan genosida. Hal ini diumumkan langsung oleh Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Selasa.
Dalam pengumumannya, Blinken menyebut RSF melakukan sejumlah hal yang disebutnya sebagai 'kekejaman sistematis' di wilayah Darfur Barat. Ia mengklaim bukti-bukti hal keji tersebut telah dikumpulkan oleh Washington selama berbulan-bulan.
"Berdasarkan informasi ini, saya kini menyimpulkan bahwa anggota RSF dan milisi sekutu telah melakukan genosida di Sudan," ujarnya dikutip The Guardian, Rabu (8/1/2025).
Secara rinci, Blinken memaparkan bahwa RSF telah secara sistematis membunuh pria dan anak laki-laki, bahkan bayi, atas dasar etnis. Ia mengklaim kelompok itu secara sengaja menargetkan wanita dan anak perempuan dari kelompok etnis tertentu untuk pemerkosaan dan bentuk-bentuk kekerasan seksual brutal lainnya.
"Milisi tersebut telah menargetkan warga sipil yang melarikan diri, membunuh orang-orang tak berdosa yang melarikan diri dari konflik, dan mencegah warga sipil yang tersisa mengakses pasokan penyelamat nyawa," tuturnya.
Dengan adanya bukti-bukti tersebut, Blinken mengatakan bahwa Washington telah menjatuhkan sanksi kepada Hamdan Dagalo. AS juga memberikan sanksi kepada tujuh perusahaan milik RSF yang berlokasi di Uni Emirat Arab dan satu orang atas peran mereka dalam pengadaan senjata untuk RSF.
"AS berkomitmen untuk meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab atas kekejaman ini. Kami hari ini memberikan sanksi kepada pemimpin RSF Mohammad Hamdan Daglo Mousa, yang dikenal sebagai Hemedti, atas perannya dalam kekejaman sistematis yang dilakukan terhadap rakyat Sudan," tambahnya.
RSF, pasukan paramiliter yang muncul dari milisi Janjaweed yang terkenal kejam dan melakukan kejahatan di Darfur pada tahun 2000-an, awalnya dikerahkan oleh mantan diktator Sudan Omar Al Bashir pada tahun 2019 untuk menindak pengunjuk rasa pro-demokrasi selama revolusi Sudan yang menyebabkan jatuhnya Bashir pada tahun 2019.
Namun, kelompok ini mulai keluar dari gerbong pemerintah pada 2023 setelah tidak puas dengan kepala dewan transisi Sudan, Jenderal Fattah Al Burhan. Ketidakpuasan ini kemudian memicu perang saudara yang menghancurkan antara RSF melawan Angkatan Bersenjata Sudan pimpinan Burhan.
Perang antara RSF dan Angkatan Bersenjata Sudan sejauh ini telah menewaskan puluhan ribu orang dan menciptakan salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia. Selain itu, perang juga menyebabkan kelaparan massal bagi ratusan ribu orang dan memaksa 12 juta orang meninggalkan rumah mereka.
Bulan lalu, aktivis hak asasi manusia melaporkan sedikitnya 127 orang, sebagian besar warga sipil, tewas akibat bom barel dan penembakan dari kedua belah pihak. Pada hari Minggu lalu, sebuah serangan udara menargetkan area pasar dan melukai 30 warga sipil.
(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Israel Gempur Sekolah di Gaza 17 Orang Termasuk Anak-Anak Tewas
Next Article Jokowi Terima Menlu Sudan Di Istana, Ini yang Dibahas