Jakarta, CNBC Indonesia - Pemetaan ionosfer sangat penting untuk meningkatkan akurasi sistem navigasi. Namun, metode yang ada saat ini memiliki keterbatasan.
Meskipun stasiun GNSS berbasis darat menyediakan peta terperinci tentang kandungan elektron total ionosfer (TEC), tetapi cakupannya tidak merata. Hal ini menyebabkan kesenjangan yang besar di wilayah yang kurang terlayani.
Terbaru, para peneliti dari Google Research, di California, Amerika Serikat, telah mendemonstrasikan solusi inovatif yang memanfaatkan jutaan smartphone Android sebagai jaringan sensor terdistribusi dalam sebuah penelitian yang diterbitkan di Nature.
Meskipun masih kurang akurat dibandingkan instrumen tradisional, perangkat ini secara efektif menggandakan cakupan pengukuran, menawarkan data ionosfer yang akurat dan mengatasi kesenjangan infrastruktur yang telah berlangsung lama.
Pengaruh Ionosfer terhadap navigasi
Ionosfer, lapisan plasma terionisasi yang membentang dari 50 hingga 1.500 km di atas Bumi, secara signifikan memengaruhi sinyal Sistem Satelit Navigasi Global (GNSS) dengan menimbulkan kesalahan penentuan posisi.
Namun, stasiun GNSS berbasis darat memiliki cakupan spasial yang terbatas dan membuat wilayah yang kurang terlayani rentan terhadap ketidakakuratan.
Penelitian dari Google Research memanfaatkan jutaan smartphone yang dilengkapi dengan penerima GNSS frekuensi ganda untuk mengatasi kesenjangan cakupan tersebut.
Mengutip TechRadar, Senin (30/12/2024), tidak seperti stasiun GNSS konvensional, smartphone bersifat mobile, terdistribusi secara luas, dan mampu menangkap data dalam jumlah besar.
Dengan menggabungkan rata-rata pengukuran dari jutaan perangkat, para peneliti mencapai akurasi yang sebanding dengan stasiun pemantauan khusus, bahkan menyelesaikan fenomena seperti badai matahari dan struktur kepadatan plasma.
API GNSS Android memfasilitasi pengumpulan data sinyal satelit, seperti waktu tempuh dan frekuensi, yang kemudian digunakan untuk memperkirakan kandungan elektron total ionosfer (TEC).
Studi ini menunjukkan bahwa meskipun pengukuran telepon secara individual lebih berisik daripada pengukuran dari stasiun pemantauan, data kolektif mereka memberikan hasil yang kuat dan dapat diandalkan.
Perbandingan menunjukkan bahwa model TEC berbasis ponsel mengungguli metode yang sudah ada seperti model Klobuchar, yang banyak digunakan pada ponsel.
Dengan menggunakan data dari ponsel Android, para peneliti menggandakan cakupan pengukuran ionosfer dibandingkan dengan metode tradisional. Peneliti kemudian memetakan gelembung plasma di atas India dan Amerika Selatan serta kepadatan yang ditingkatkan badai di atas Amerika Utara selama badai geomagnetik pada Mei 2024.
Mereka juga mengamati palung lintang tengah di atas Eropa dan anomali ekuator, fenomena yang sebelumnya tidak dapat diakses karena cakupan stasiun yang jarang.
Khususnya, wilayah seperti India, Amerika Selatan, dan Afrika, yang sering kali tidak terlayani oleh jaringan pemantauan tradisional, mendapat manfaat yang signifikan dari pendekatan ini, yang menghasilkan peta TEC beresolusi tinggi secara real-time.
(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini: