Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan realisasi luas panen padi mengalami penurunan 0,71 juta hektare sepanjang tahun 2024. Adapun tercatat sepanjang 2024 total luas panen padi mencapai 10,05 juta hektare turun 1,64% dibandingkan total 2023 mencapai 10,21 juta hektare.
Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan berdasarkan hasil survei Kerangka Sampel Area (KSA) Desember 2024 penurunan luas panen padi merupakan dampak dari fenomena El-Nino pada semester kedua 2023.
"Patut diperhatikan penurunan disumbang utama oleh penurunan luas panen sepanjang subround 1 (Januari-April) 2024 akibat luas panen yang bergeser pada 2024 sebagai dampak El Nino di semester kedua 2023," ujar Amalia dalam konferensi pers IHK, Senin (3/2/2025).
Lebih lanjut, Secara spasial 50,20% dari total luas panen nasional terdapat di Pulau Jawa. Adapun 5 povinsi dengan luas panen tertinggi yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Tengah dan Lampung.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Buruh tani padi memanen padi diKawasan persawahan Primeter Selatan, Tangerang, Banten, Kamis (1/3/2018). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat harga rata-rata Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani sebesar Rp 5.207,00 per Kg atau turun 3,84 persen dan di tingkat penggilingan Rp 5.305,00 per Kg di Februari 2018. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Walaupun terjadi penurunan luas panen pada 2024, BPS memperkirakan luas panen padi akan meningkat 0,97 juta hektar sepanjang Januari-Maret 2025.
"Potensi luas panen padi sepanjang Januari-Maret 2025 diperkirakan akan mencapai 2,83 juta hektare atau peningkatan 0,97 juta hektare yang kira-kira kenaikan 52,08% dibandingkan periode yang sama tahun lalu," ujarnya.
Di tempat berbeda, Kementerian Pertanian (Kementan) memprediksi sektor pertanian Indonesia masih akan dihadapkan pada sejumlah tantangan besar yang akan terus berkembang di 2025. Tentu ini jadi refleksi penting bagi pemerintahan Prabowo yang sedang mengejar program swasembada pangan.
Staf Ahli Menteri Pertanian, Suwandi menjelaskan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi sektor pertanian adalah perubahan iklim yang semakin nyata. Fenomena seperti El Nino dan La Nina yang datang silih berganti berpotensi merusak pola cuaca, menyebabkan ketidakseimbangan antara curah hujan dan kekeringan.
Menurutnya, fenomena perubahan iklim dampaknya sangat terasa pada sektor pertanian, mulai dari kesulitan mendapatkan air di musim kemarau hingga banjir yang datang di musim hujan.
"Jadi iklim ekstrem tidak bisa terkendali secara baik, ter-manage secara global, sehingga tiba-tiba banjir, tiba-tiba kering, dan seterusnya. Sektor pertanian adalah sektor yang kena dampak, dan sudah kita rasakan waktu lalu air-air susah, sekarang musim hujan banyak air juga repot," kata Suwandi dalam Seminar Nasional Outlook Sektor Pertanian 2025 INDEF di Jakarta, Senin (3/2/2025).
(wur)
Saksikan video di bawah ini: