Harga Cabai Rp 110.000/Kg di Jakarta, Amran Beri Respons Tak Terduga

12 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Lonjakan harga cabai di berbagai daerah kembali menjadi perhatian. Bahkan di Jakarta, harganya sudah ada yang mencapai Rp 110.000 per kg.

Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman menegaskan, penyebab utama kenaikan harga bukan pada produksi, melainkan distribusi. Hal ini ia sampaikan merespons klaim Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang sebelumnya menyebut lonjakan harga disebabkan masalah produksi.

Amran menuturkan, harga cabai tiga minggu lalu justru sempat anjlok hingga membuat petani merugi.

"Tiga minggu lalu kan hancur harganya. Beri napas lah ke petani, kasihan," kata Amran saat ditemui di kantornya, Kamis (9/1/2025).

Kendati demikian, dia tidak menampik kenaikan harga cabai juga disebabkan oleh curah hujan yang tinggi, sehingga mengganggu produksi cabai nasional.

"Mungkin karena pengaruh curah hujan tinggi. Tapi produksinya cukup ya, ini karena distribusinya," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan), Taufiq Ratule menjelaskan bahwa produksi cabai nasional sebenarnya mencukupi kebutuhan. Katanya, produksi cabai nasional mencapai lebih dari 2 juta ton per tahun, jauh di atas kebutuhan tahunan sebesar 1,17 juta ton. Namun, distribusi yang tidak merata menjadi tantangan, terutama di tengah musim hujan.

"Cabai itu tidak bisa disimpan seperti bawang merah yang masih bisa menggunakan cold storage. Jadi masalahnya ada di distribusi, apalagi curah hujan tinggi yang menghambat logistik. Namun secara keseluruhan, produksi kita cukup," jelas Taufiq.

Sejumlah warga membeli cabai di Pasar Minggu, Jakarta, Selasa (7/01/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)Foto: Sejumlah warga membeli cabai di Pasar Minggu, Jakarta, Selasa (7/01/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Sejumlah warga membeli cabai di Pasar Minggu, Jakarta, Selasa (7/01/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Ia menambahkan, pola tanam cabai yang tidak semua wilayah memproduksi juga mempengaruhi dinamika harga di pasaran. "Sehingga perlu ada pengiriman logistik dari wilayah lain," sambungnya.

Taufiq mengatakan, memang ada sentra produksi cabai yang tergenang oleh banjir akibat curah hujan tinggi. Namun katanya, tidak semua, sebab mayoritas komoditas cabai ditanam di dataran tinggi, sehingga gagal panen yang disebabkan oleh genangan banjir tidak signifikan.

"Yang kebanjiran ada beberapa memang, tapi tidak semua. Hanya sedikit dan nggak terlalu signifikan. Karena dia kan banyak di ladang-ladang tinggi, dataran tinggi kan. Bukan di pantai, bukan di genangan, ditanam. Sehingga nggak terlalu banyak kalau yang gagal panen," tukas dia.

Adapun untuk mengatasi fluktuasi harga, Kementerian Pertanian bekerja sama dengan para champion cabai di berbagai wilayah. Champion-champion tersebut diberi tugas untuk menjaga ketersediaan dan distribusi cabai agar tetap stabil.

"Jika ada wilayah yang kelebihan stok atau kekurangan, champion ini akan bergerak untuk menjaga standing stock. Langkah ini sudah berjalan dan akan terus diperkuat," ujar Taufiq.

Dengan langkah-langkah ini, Kementerian Pertanian optimis lonjakan harga cabai dapat dikendalikan, sekaligus memastikan petani tetap mendapatkan keuntungan yang layak.

"Curah hujan itu kan bukan fenomena berkepanjangan. Kalau sudah selesai hujannya nanti bagus lagi (produksi cabai). Tapi yang jelas, secara nasional produksi cabai itu cukup. Hanya penyebaran, distribusi, termasuk dinamika iklim itu. Karena cabai itu kan harganya memang fluktuasi, 6 bulan, ya kadang naik harganya, kadang turun.
Tapi petani panen terus," pungkasnya.


(wur)

Saksikan video di bawah ini:

Video:Peran Industri Sawit Dorong Pemanfaatan Energi Hijau Era Prabowo

Next Article Amran Beraksi! Copot Direktur Kementan karena Terima Suap Rp 700 Juta

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|