Jakarta, CNBC Indonesia - Pusat Kajian Strategis dan Internasional (Centre for Strategic and International Studies/CSIS) menilai program hilirisasi saat ini baru memberikan hasil signifikan terhadap komoditas nikel. Sementara, komoditas lain seperti bauksit belum menunjukkan perkembangan yang sama.
Peneliti Departemen Ekonomi CSIS Indonesia, Deni Friawan mengakui bahwa kebijakan larangan ekspor bijih nikel untuk program hilirisasi telah meningkatkan ekspor produk turunan, terutama baja. Namun demikian, dampaknya pada sektor lain masih sangat terbatas.
"Tapi lagi-lagi yang meningkat metalnya bukan seluruh critical mineral atau metal, hanya nikel. Jadi walaupun export ban itu diberlakukan ke yang lain, ke bauksit, ke tembaga, yang sekarang baru meningkat itu baru nikel," kata dia dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (29/11/2024).
Di samping itu, ia juga menyoroti dampak hilirisasi terhadap neraca perdagangan. Meskipun neraca perdagangan membaik sejak adanya hilirisasi, namun hal itu juga sebenarnya tak terlepas dari fenomena commodity boom pada tahun 2020 hingga 2022.
"Tapi ketika 2023 ekspor boom-nya turun, trade balance kita juga mengecil kembali. Yang berikutnya kalau lihat dari balance of payment, walaupun dari ekspor kita meningkat, tapi siapa yang menerima atau uangnya lari kemana, itu external balance kita juga masih kecil atau menurun sekarang karena harus dikembalikan lagi ke Cina," kata dia.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mendorong kebijakan peningkatan nilai tambah di dalam negeri melalui program hilirisasi. Salah satunya yakni program hilirisasi nikel.
Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung mengatakan bahwa hilirisasi nikel telah memberikan dampak positif bagi perekonomian bangsa. Misalnya seperti yang terjadi di wilayah Maluku Utara sebagai salah satu kawasan industri pengolahan nikel.
Menurut dia, di Maluku Utara menjadi contoh sukses dalam menjalankan program hilirisasi. Sebelumnya wilayah ini hanya mengekspor bahan mentah berupa bijih nikel, namun berkat hilirisasi, kini memproduksi nikel dan kobalt, dua bahan penting untuk baterai kendaraan listrik.
Ia pun mencatat pada periode Januari hingga September 2024, aliran investasi yang masuk dalam rangka program hilirisasi di Maluku Utara mencapai Rp 55 triliun. Dampaknya, pertumbuhan ekonomi Maluku Utara menjadi yang tertinggi di dunia, mencapai 20,49% pada 2023.
"Jadi kalau tahun 2022 itu justru lebih tinggi lagi sekitar 24% lebih, ya tentu ini merupakan suatu dampak dari program hilirisasi," kata dia dalam peresmian 14 Penyalur BBM Satu Harga untuk klaster Maluku di Ternate Maluku Utara, Rabu (30/10/2024).
Oleh sebab itu, Yuliot mengharapkan dukungan dari berbagai pihak mulai dari sisi pelaku usaha untuk dapat berpartisipasi dalam kegiatan hilirisasi. Sebab, kebijakan pemerintah yakni setiap investasi yang masuk harus melibatkan pelaku usaha yang ada di daerah.
"Jadi jangan itu hanya yang besar masuk tanpa keterlibatan pelaku usaha di daerah yang akan menjawabkan semakin timpangnya kondisi ekonomi yang ada di daerah," kata dia.
(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:
Indonesia Vs Jepang Hingga Peta Serangan Nuklir Rusia ke Inggris
Next Article AS Tuding Hilirisasi Nikel RI Hasil Kerja Paksa, Bahlil Teriak Ini..