Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka di zona merah pada perdagangan Kamis (28/11/2024).
Tepat saat tanda pembukaan berbunyi, IHSG langsung melemah hingga 0,22% ke posisi 7229,97. Momentum pelemahan ini terus berlanjut, berselang sepuluh menit setelah pembukaan indeks pelemahan hingga 0,50%. Namun IHSG tercatat masih berada di level 7.200.
Lesunya perdagangan pun nampak dari sentimen ini. Tercatat nilai transaksi yang mengesankan di awal sesi I, mencapai angka Rp 852,52 miliar.
Sementara itu, volume saham yang berpindah tangan mencapai 1,17 miliar lembar, hasil dari 83,36 transaksi yang terjadi.
Penurunan IHSG di pagi ini terjadi seiring kondisi pasar modal global dan regional yang masih tertekan, dengan mayoritas Bursa Asia melemah dan Wall Street yang berbalik arah turun melemah.
Sejumlah sentimen yang mempengaruhi perdagangan datang dari global, termasuk laporan inflasi Personal Consumption Expenditures (PCE) AS, data pertumbuhan ekonomi AS kuartal III, dan notulen pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) yang dirilis pada Rabu (27/11/2024) dini hari.
Data inflasi PCE Oktober mencatat kenaikan 0,2% secara bulanan dan 2,3% secara tahunan, sesuai dengan ekspektasi tetapi lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang berada di 2,1%.
Inflasi inti PCE, yang tidak memasukkan makanan dan energi, juga naik 0,3% secara bulanan dengan tingkat tahunan mencapai 2,8%.
Angka ini menguatkan kekhawatiran bahwa Federal Reserve mungkin akan lebih berhati-hati dalam melonggarkan kebijakan moneter meskipun telah memangkas suku bunga dua kali dalam beberapa bulan terakhir.
Di sisi lain, data pertumbuhan ekonomi AS menunjukkan PDB riil tumbuh 2,8% pada kuartal III 2024, melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai 3,0%.
Perlambatan ini, meskipun sesuai dengan ekspektasi pasar, mempertegas risiko ekonomi global yang cenderung melambat, memberikan tekanan pada sektor saham berbasis ekspor di IHSG.
Sektor keuangan menjadi salah satu yang paling terdampak nantinya, di tengah kekhawatiran investor terhadap potensi margin bunga bersih yang lebih sempit akibat perlambatan pelonggaran kebijakan moneter The Fed.
Sementara itu, notulen FOMC November memberikan gambaran bahwa inflasi mulai melambat, tetapi masih berada di atas target 2%.
Para pejabat The Fed mengindikasikan rencana pemotongan suku bunga secara bertahap, mencerminkan sikap berhati-hati terhadap ketidakpastian ekonomi. Sentimen ini membatasi penguatan pasar, meskipun sektor energi dan material berhasil mencatatkan penguatan masing-masing sebesar 0,67% dan 0,45%.
Di tengah tekanan global, investor terlihat berhati-hati menempatkan portofolionya menjelang rilis data inflasi Indonesia awal bulan depan.
Dengan dinamika tersebut, IHSG diperkirakan akan tetap bergerak volatil dalam waktu dekat, terutama dengan fokus pada perkembangan kebijakan moneter global dan indikator ekonomi domestik.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Bos BEI Ungkap Kondisi Pasar Modal RI Pasca Pelantikan Presiden
Next Article Pasar Modal RI Kebal Guncangan Politik hingga Global, Ini Buktinya