Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali menguat pada akhir perdagangan sesi I Jumat (22/11/2024), di tengah masih bervariasinya sentimen pasar global pada hari ini.
Hingga pukul 11:30 WIB, IHSG menanjak 0,82% ke posisi 7.199,45. IHSG kembali dekati level psikologis 7.200.
Nilai transaksi indeks pada sesi I hari ini sudah mencapai sekitar Rp 5,1 triliun dengan volume transaksi mencapai 14,4 miliar lembar saham dan sudah ditransaksikan sebanyak 578.766 kali. Sebanyak 251 saham menguat, 272 saham melemah, dan 253 saham cenderung stagnan.
Secara sektoral, sektor teknologi menjadi yang paling kencang penguatannya dan juga menjadi penopang terbesar IHSG pada sesi I hari ini yakni mencapai 2,9%.
Sementara dari sisi saham, emiten perbankan raksasa mendominasi penopang IHSG di sesi I yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) mencapai 20,5 indeks poin, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) sebesar 6,8 indeks poin, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar 6,6 indeks poin, dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) sebesar 3,6 indeks poin.
Selain perbankan raksasa, adapula emiten teknologi yang kini sedang kembali dilirik investor yakni PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) sebesar 16,2 indeks poin.
Berikut ini saham-saham penopang IHSG di sesi I hari ini.
IHSG menguat di tengah sikap investor yang masih mencerna data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang cukup positif. Selain itu, investor juga menanti rilis data aktivitas manufaktur Amerika Serikat (AS) yang akan dirilis malam nanti waktu Indonesia.
Sebelumnya kemarin, Bank Indonesia (BI) mengumumkan kinerja NPI pada triwulan III 2024 yang membaik sehingga mampu mendukung ketahanan eksternal. NPI pada kuartal III 2024 mencatat surplus sebesar US$ 5,9 miliar, dari sebelumnya defisit sebesar US$ 0,6 miliar pada triwulan II 2024.
Surplus NPI ditopang oleh surplus neraca transaksi modal dan finansial yang meningkat serta defisit neraca transaksi berjalan yang lebih rendah.
Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa meningkat dari sebesar US$ 140,2 miliar pada akhir Juni 2024 menjadi sebesar US$ 149,9 miliar pada akhir September 2024, atau setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
BI juga melaporkan penurunan defisit neraca transaksi berjalan. Pada kuartal III-2024, neraca transaksi berjalan mencatat defisit sebesar US$ 2,2 miliar (0,6% dari PDB), lebih rendah dibandingkan dengan defisit sebesar US$ 3,2 miliar (0,9% dari PDB) pada kuartal II-2024.
Kinerja neraca transaksi berjalan ditopang oleh surplus neraca perdagangan barang nonmigas yang berlanjut, didukung oleh pertumbuhan ekspor nonmigas seiring dengan kenaikan harga komoditas, di tengah impor yang tumbuh lebih tinggi sejalan meningkatnya aktivitas ekonomi domestik.
Defisit neraca jasa menyempit didorong oleh meningkatnya surplus jasa perjalanan seiring naiknya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara. Defisit neraca pendapatan primer juga menurun dipengaruhi oleh lebih rendahnya pembayaran imbal hasil investasi kepada investor nonresiden.
Selain itu, peningkatan surplus neraca pendapatan sekunder yang didorong oleh penerimaan remitansi turut mendukung kinerja neraca transaksi berjalan.
Sementara itu dari AS, jelang akhir pekan, data aktivitas manufaktur yang tergambarkan pada Purchasing Manager's Index (PMI) periode November 2024 akan dirilis.
Sebelumnya, PMI Manufaktur Flash AS Global S&P direvisi lebih tinggi menjadi 48,5 pada Oktober 2024 dari awal 47,8 dan setelah level terendah 15 bulan di 47,3 pada September.
Hal ini menunjukkan sektor manufaktur AS masih dalam wilayah kontraksi tetapi ada beberapa tanda-tanda penurunan mereda.
Tekanan inflasi mereda, dengan biaya input meningkat pada laju paling lambat dalam hampir setahun dan inflasi harga output juga mereda.
Sementara itu, waktu pengiriman pemasok diperpanjang untuk pertama kalinya dalam tiga bulan di tengah penundaan yang secara luas terkait dengan gangguan terkait badai.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini: