Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup bergairah pasca dua hari berturut-turut alami penurunan, penguatan didorong oleh data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang tumbuh positif serta wait and see rilis data aktivitas manufaktur Amerika Serikat (AS).
Pada penutupan perdagangan akhir pekan Jumat (29/10/2024), IHSG menguat hingga 0,77% ke posisi 7.195,57. Secara intraday, IHSG sempat jatuh ke posisi tertinggi ke titik 7.215,11.
Adapun volume perdagangan tercatat lebih dari 23,62 miliar lembar saham dengan frekuensi transaksi melampaui 1,04 juta kali. Nilai total transaksi mencapai Rp 9,83 triliun.
Sebanyak 279 saham mencatatkan penguatan, sementara 268 saham melemah, dan 242 saham stagnan.
Enam sektor menjadi penopang dengan mengakhiri perdagangan di zona hijau, dengan sektor Utilities alami kenaikan paling tajam sebesar 2,06%, disusul oleh sektor Financials yang tumbuh 1,33%, dan sektor Healthcare menguat 0,72%. Selain itu, sektor Energy naik hingga 0,49%, sektor Consumer Cyclicals menambah 0,32%, Consumer Non-Cyclicals yang ikut tumbuh hingga 0,26%,Industrials menambah 0,24%, serta Technology 0,02%
Sementara itu, dari sisi konstituen, saham perbankan, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. menjadi penopang utama IHSG hari ini sebanyak 21,70 indeks poin dan emiten teknilogi, PT GoTo Gojek Tokopedia PT Tbk dengan beban sebesar 13,73 poin, serta Pt Bank Mandiri Indonesia (Persero) Tbk sebesar 8,94 indeks poin.
IHSG mencatat penguatan di tengah perhatian investor terhadap data positif Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) dan menunggu rilis data aktivitas manufaktur AS yang dijadwalkan malam ini.
Bank Indonesia (BI) sebelumnya melaporkan bahwa NPI pada triwulan III 2024 mencatat surplus sebesar US$ 5,9 miliar, berbalik dari defisit sebesar US$ 0,6 miliar pada triwulan II. Kinerja positif ini ditopang oleh meningkatnya surplus neraca transaksi modal dan finansial, serta penurunan defisit neraca transaksi berjalan.
Surplus NPI juga berdampak pada kenaikan cadangan devisa menjadi US$ 149,9 miliar pada akhir September 2024, naik dari US$ 140,2 miliar pada akhir Juni 2024.
Cadangan devisa ini setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, jauh di atas standar kecukupan internasional yang hanya 3 bulan impor.
Pada periode yang sama, defisit neraca transaksi berjalan menyusut menjadi US$ 2,2 miliar (0,6% dari PDB), lebih kecil dibandingkan defisit US$ 3,2 miliar (0,9% dari PDB) pada triwulan sebelumnya.
Penurunan ini didukung oleh surplus perdagangan barang nonmigas yang stabil, seiring kenaikan harga komoditas dan pertumbuhan ekspor, meski impor meningkat sejalan dengan aktivitas ekonomi domestik yang lebih tinggi.
Selain itu, defisit neraca jasa menyempit akibat peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara, sementara defisit neraca pendapatan primer berkurang karena pembayaran imbal hasil investasi kepada investor asing yang lebih rendah.
Penerimaan remitansi juga mengalami kenaikan, memberikan kontribusi positif terhadap surplus neraca pendapatan sekunder.
Sementara itu, investor juga memantau data aktivitas manufaktur AS melalui Purchasing Manager's Index (PMI) untuk November 2024 yang akan dirilis. Sebelumnya, PMI Manufaktur Flash AS untuk Oktober 2024 direvisi naik menjadi 48,5 dari 47,8, menunjukkan sektor manufaktur AS masih dalam fase kontraksi.
Namun, terdapat indikasi perbaikan, seperti melambatnya kenaikan biaya input dan penurunan tekanan inflasi. Gangguan terkait badai juga menyebabkan waktu pengiriman pemasok melambat untuk pertama kalinya dalam tiga bulan terakhir, menunjukkan adanya dampak sementara pada aktivitas industri.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:
Video: IPO Jumbo-Musim Dividen, Pendongkrak Transaksi BEI Akhir Tahun
Next Article Video: IHSG 'Ngegas' & Tembus 7.200-an, Mana Saham Yang Menarik?