Ini Alasan Warga dan Anak Pendiri Astra Gugat Pembangunan Kedubes India

3 months ago 33

Jakarta, CNBC Indonesia - Pembangunan gedung apartemen 18 lantai di area Kedutaan Besar India di Jl HR Rasuna Said memicu polemik panjang di ranah publik selama dua pekan terakhir. Kasus ini kembali ramai diperbincangkan terkait upaya hukum banding yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN).

Pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebelumnya 29 Agustus 2024, majelis hakim memenangkan gugatan warga seraya memerintahkan Pemprov DKI membatalkan ijin untuk sementara pembangunan Kedutaan India. Dalam pertimbangannya, majelis hakim menemukan sejumlah kejanggalan dan cacat prosedur yang sangat merugikan hak warga. Paska putusan tersebut, proyek langsung berhenti dan Pemprov melakukan banding ke PTTUN.

Sebelum mengambil keputusan tersebut, majelis hakim PTUN juga melakukan kunjungan ke lapangan, mendatangi lokasi proyek dan berdialog langsung dengan warga sekitar untuk verifikasi dan validasi isi gugatan. Setelah kunjungan itu, hakim semakin yakin untuk memenangkan gugatan warga.

Di tengah proses banding diPTTUN, muncul tuduhan miring terhadap kuasa hukum anak pendiri Astra Edwin Soeryadjaya dan puluhan warga RT 002/RW 02 Kelurahan Kuningan Timur yang terdampak proyek, yakni David Tobing. Ia dituding menghambat aktivitas perwakilan negara asing dan karena itu dapat merusak nama baik pemerintah Indonesia di hadapan negara sahabat.

Menjawab tudingan itu, David Tobing menegaskan motivasi utama gugatan warga terhadap Pemprov DKI dan Kedubes India sebenarnya sangat sederhana; yakni mengembalikan proses pembangunan ke dalam koridor hukum yang benar. Menurutnya, semua pihak harus menaati aturan yang berlaku di Republik Indonesia, sekalipun para pihak ini adalah perwakilan negara asing.

"Masalahnya sesederhana itu. Andai Pemprov DKI dan Kedubes India memproses izin pembangunan secara benar, maka polemik semacam ini tidak perlu terjadi. Kami tidak ada maksud menghambat pembangunan, apalagi ini terkait kepentingan perwakilan negara asing yang harus kita jaga marwah dan kehormatannya. Tapi, karena ada hak warga yang dilanggar, apa boleh buat, kami harus menggugat," katanya, Senin (2/12/2024).

Menurut David, pangkal masalahnya adalah izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang tidak dilengkapi dokumen Amdal. "Izin AMDAL nya justru diterbitkan belakangan. Ini sudah tidak benar, cacat prosedur. Dan tragisnya, dalam memproses izin Amdal, Pemprov melakukan tindakan manipulatif," kata David.

Salah satu kelengkapan izin AMDAL adalah mengantongi izin tertulis dari warga yang tinggal di sekitaran proyek. Maka itu, proses dialog dengan warga menjadi keniscayaan. "Faktanya, hingga izin PBG dan AMDAL terbit, tidak ada warga sekitar proyek yang diajak ngomong. Nama warga yang mereka klaim sudah ikut audiensi itu justru bukan warga sekitar. Salah satunya satpam kedutaan. Inilah alasan kami melawan dan menggugat," katanya.

Perlawanan makin solid ketika mantan ketua RT dan ketua RT saat ini juga ikut dalam daftar warga yang mengajukan gugatan. Menurut David, ini membuktikan Pemprov DKI berbuat curang dengan mencatut nama warga dalam dokumen AMDAL. "Semua sudah dibuktikan di persidangan dan bukti bukti yang kami hadirkan juga sudah terverifikasi. Tidak ada alasan bagi Pemprov DKI dan Kedubes India untuk terus ngotot di kasus ini," kata David yang merasa sangat yakin majelis hakim PTTUN akan menguatkan putusan PTUN.

Meski telah memenangkan gugatan di tingkat PTUN, menurut David, warga tetap mengedepankan komunikasi yang konstruktif dan fokus pada solusi. Ia berulang kali menegaskan bahwa warga tidak punya motif untuk menghambat rencana pembangunan Kedubes India. "Karena masalahnya sederhana, maka solusinya pun sederhana: proses ulang izin pembangunan Kedubes India. Lakukanlah dialog dengan warga, cari titik temu. Yang membuat warga marah dan menggugat adalah proses izin yang manipulatif, jauh dari realitas," kata David.

Menurut David, bisa jadi solusinya pembangunan Gedung apartemen tidak perlu setinggi 18 lantai. Bisa saja sebagian lantai ke atas dan sisanya ke bawah tanah. Bisa juga desain bangunan direvisi agar tetap memberikan kenyamanan bagi warga sekitar. "Bagi kami, semua masalah pasti ada solusinya. Ini bukan soal menang menangan. Yang penting, prosesnya fair, terbuka dan tidak manipulatif," kata David.

Seperti diketahui, sebelumnya Edwin Soeryadjaya menggugat PT Waskita Karya Tbk (WSKT) dan Kedutaan Besar India senilai Rp3 triliun terkait pembangunan gedung yang terletak di Kuningan, Jakarta Selatan.

Gugatan tersebut didaftarkan secara e-court ditujukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan Nomor Perkara 316/Pdt.G/PN.JKT.TIM. Adapun sidang pertama digelar hari ini (3/7). Selain Edwin, ada sebanyak 23 penggugat lainnya yang merupakan warga terdampak di sekitar pembangunan gedung Kedutaan Besar India itu.


(ayh/ayh)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Banyak Permukiman Kumuh di Jakarta, Pemerintah Lakukan Ini

Next Article IMF 2024 Sukses Digelar, Gubernur Heru Berharap Agenda 2030 Tercapai

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|