Jakarta, CNBC Indonesia - Dampak dari perang dagang antara AS dan China, membuka peluang besar bagi negara-negara berkembang.
Laporan dari Living Lab Ventures (LLV) yang bertajuk "Mid-Year 2025 VC Invesment Outlook", menunjukkan bahwa kawasan Asia Tenggara kian dilirik sebagai alternatif utama bagi produksi global.
Mengutip data United States International Trade Commission, laporan LLV mengungkapkan bahwa Vietnam muncul sebagai salah satu negara yang paling diuntungkan dari perang dagang antara Amerika Serikat dan China.
Negara tetangga RI itu mengalami lonjakan ekspor dari US$ 49,2 miliar pada 2018 menjadi US$ 66,7 miliar pada 2019, setara dengan peningkatan 35,6%. Dengan mencatatkan peningkatan ekspor yang setara dengan 7,9% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Adapun pertumbuhan ekspor Vietnam yang paling menonjol terjadi di sektor elektronik, furnitur, dan barang-barang perjalanan dari para importir AS yang mencari alternatif lain selain pemasok China
Selain itu, Vietnam juga berhasil memposisikan diri sebagai pusat relokasi produksi baru. Banyak perusahaan memindahkan fasilitas produksi mereka dari China ke Vietnam karena berbagai faktor, seperti biaya tenaga kerja yang lebih rendah, kebijakan perdagangan yang menguntungkan, dan sektor manufaktur yang berkembang pesat.
Tak hanya Vietnam, beberapa negara lain juga mendapat manfaat serupa. Taiwan, Prancis, dan India turut mencatat pertumbuhan ekspor yang signifikan karena menjadi pilihan alternatif bagi para importir Amerika dalam rantai pasok global
Dalam laporan LLV, terdapat beberapa pendekatan yang bisa dilakukan Indonesia untuk meningkatkan daya saing industri manufaktur dalam negeri.
Pertama, pendekatan kebijakan, seperti melindungi industri lokal dengan melarang impor pakaian bekas serta membatasi operasional platform e-commerce asing seperti Temu yang dinilai dapat merugikan pelaku UMKM dalam negeri.
Selain itu, kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) terus digencarkan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kapasitas produksi nasional, mengurangi ketergantungan pada produk impor, dan mendorong kualitas produk dalam negeri dengan standar minimum kandungan lokal.
Pemerintah juga terus mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang menawarkan berbagai fasilitas seperti insentif pajak, kepemilikan asing 100%, dan perizinan yang lebih simpel untuk menarik minat investor global dan mendorong pertumbuhan industri nasional.
Pendekatan lain bisa dari sisi inovasi teknologi dengan transformasi industri manufaktur. Pemerintah juga fokus pada hilirisasi industri, khususnya dalam pengolahan sumber daya alam seperti nikel, bauksit, dan kelapa sawit.
(dem/dem)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Nasib Investasi Kripto RI di Tengah Perang Dagang-Pajak Tinggi
Next Article 70% Startup Profit, East Ventures Ungkap Sasaran Investasi 2025