Jakarta, CNBC Indonesia - Israel secara aktif melobi Amerika Serikat agar mempertahankan Suriah dalam keadaan lemah dan terfragmentasi, termasuk dengan mendukung keberadaan pangkalan militer Rusia di negara itu untuk menekan pengaruh Turki yang makin kuat.
Upaya lobi ini dilakukan melalui berbagai pertemuan antara pejabat Israel dan Amerika Serikat sepanjang Februari, menurut sumber yang mengetahui perundingan tersebut.
Pendekatan ini mencerminkan strategi Israel untuk memengaruhi kebijakan AS pada momen kritis di Suriah, di tengah upaya pemerintahan baru di Damaskus untuk menstabilkan negara yang telah lama dilanda konflik.
Dengan dukungan Turki, pemerintahan baru Suriah berupaya mencabut sanksi berat AS, sebuah langkah yang ditentang keras oleh Israel.
Menurut empat sumber diplomatik yang mengetahui perundingan ini, Israel menyampaikan keprihatinannya kepada AS terkait peran Turki dalam mendukung pemerintah Islamis baru di Suriah.
"Israel sangat takut Turki akan melindungi pemerintahan Islamis baru di Suriah, yang kemudian bisa menjadi basis bagi Hamas dan kelompok militan lainnya," kata Aron Lund, analis dari lembaga think-tank Century International yang berbasis di AS, dilansir Reuters, Sabtu (1/3/2025).
Ketegangan antara Israel dan Turki makin meningkat sejak perang di Gaza, dan Israel menganggap dukungan Ankara terhadap pemerintahan Islamis baru di Suriah sebagai ancaman langsung terhadap perbatasannya.
Israel telah menyampaikan pandangannya kepada para pejabat tinggi AS dalam pertemuan di Washington pada Februari, serta dalam diskusi lanjutan dengan anggota Kongres AS di Israel. Menurut dua sumber, poin-poin utama lobi ini juga dirangkum dalam "white paper" yang dikirim ke pejabat senior AS.
Belum jelas apakah Presiden AS Donald Trump akan mengadopsi usulan Israel ini. Sejauh ini, pemerintahan Trump belum memberikan pernyataan tegas mengenai masa depan kebijakan AS terhadap Suriah, termasuk soal keberlanjutan sanksi dan keberadaan pasukan AS di timur laut Suriah.
"Suriah saat ini bukan prioritas utama Trump. Ada kekosongan kebijakan yang bisa diisi oleh Israel," kata Lund.
Adapun Israel secara terbuka menyatakan ketidakpercayaannya terhadap kelompok Islamis Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang memimpin penggulingan Bashar al-Assad.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa Israel tidak akan mentoleransi kehadiran HTS atau kelompok lain yang terafiliasi dengan pemerintahan baru Suriah di dekat perbatasannya. Ia juga menuntut agar wilayah selatan Suriah didemiliterisasi.
Dalam beberapa pekan terakhir, Israel telah meningkatkan serangan udara terhadap pangkalan militer di Suriah, termasuk serangan di selatan Damaskus pada pekan ini. Setelah jatuhnya Assad, Israel juga memasuki zona demiliterisasi yang diawasi PBB di dalam wilayah Suriah.
Selain itu, Israel meningkatkan tekanan terhadap AS agar mempertahankan keberadaan militer Rusia di Suriah, dengan alasan bahwa Rusia bisa menjadi penyeimbang terhadap pengaruh Turki yang semakin besar di kawasan tersebut.
"Dalam pertemuan dengan pejabat AS, Israel justru mempresentasikan kehadiran Rusia di Suriah sebagai hal yang positif," ujar salah satu sumber dari AS.
Namun, beberapa pejabat AS terkejut dengan pendekatan ini. "Sebagian pejabat AS berpendapat bahwa Turki-sebagai anggota NATO-akan lebih dapat diandalkan untuk menjamin keamanan Israel dibanding Rusia," kata dua sumber AS lainnya.
Namun, Israel bersikeras bahwa Rusia lebih bisa diandalkan dibanding Turki dalam menahan ancaman dari kelompok-kelompok militan Islamis di Suriah.
Legitimasi Internasional
Sementara itu, pemerintah Islamis baru di Suriah berusaha meyakinkan negara-negara Barat dan Arab bahwa mereka tidak memiliki niat bermusuhan, serta berusaha memulihkan hubungan diplomatik yang sempat terputus selama kepemimpinan Assad.
Pemimpin baru Suriah, Ahmed al-Sharaa, pada Desember lalu mengatakan kepada sekelompok jurnalis asing bahwa Damaskus tidak ingin konflik dengan Israel maupun negara lain.
Namun, Israel tetap meragukan niat baik pemerintah baru Suriah. Pejabat Israel menyampaikan kepada AS bahwa mereka khawatir pasukan bersenjata baru Suriah suatu hari nanti akan menyerang Israel, terutama setelah Assad berhasil menjaga stabilitas di perbatasan selama bertahun-tahun meskipun memiliki hubungan dekat dengan Iran, musuh utama Israel.
Dalam hari-hari terakhir pemerintahan Presiden Joe Biden, Washington sempat mempertimbangkan untuk mencabut sanksi terhadap Suriah sebagai imbalan atas penutupan pangkalan militer Rusia di Tartus dan Latakia.
Namun, negosiasi tersebut gagal sebelum Trump menjabat pada 20 Januari 2025. Dengan kedekatan Trump dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, Israel berharap pemerintahan baru AS akan lebih terbuka terhadap kehadiran Rusia di Suriah.
Sementara itu, Turki tidak tinggal diam. Menurut sumber dari Partai AK yang dipimpin Presiden Recep Tayyip Erdogan, Ankara menerima kunjungan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, pekan ini untuk menyeimbangkan kebijakan AS dan Israel di Suriah serta melindungi kepentingan Turki di kawasan.
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Rusia Sebut AS Rugi Rp 4.880 Triliun Saat Musuhi Moskow
Next Article Drone Israel Serang Gudang Senjata Pangkalan Udara Rusia