Jakarta, CNBC Indonesia - Asuransi third party liability (TPL) bagi kendaraan bermotor ditargetkan akan diwajibkan pada semester 2 tahun 2025 mendatang. Namun, pemerintah dinilai masih wait and see terkait pemberlakuan aturan ini.
Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan mengatakan, proses pembentukan aturan masih jauh panggang dari pada api. Pasalnya, Peraturan Pemerintah (PP) terkait TPL belum juga keluar.
"Takutnya bisa mundur (pemberlakuan TPL-nya) karena inflasinya belum bisa ditekan, daya beli masyarakat masih berat," ungkap Budi saat ditemui usai Konferensi Pers AAUI, di Jakarta, Rabu, (4/12/2024).
"Apakah pas 2025? kita masih lihat, karena kan inflasi kita masih tinggi. nampaknya pemerintah masih berhati-hati kapan sekiranya asuransi wajib dan TPL ini akan dilakukan. Lalu kami masih merumuskan bagaiman mekanismenya," tambahnya.
Budi tak menampik masyarakat saat ini dihadapkan oleh beberapa tekanan makro, seperti inflasi dan beban pajak yang bisa memberatkan pengeluaran masyarakat. Sehingga, kewajiban TPL bisa menambah beban masyarakat.
"Kalau TPL ini kan tidak pakai APBN, tapi dari iuran masyarakat. Kalau kondisi tidak baik-baik, ini pasti akan jadi huru-hara dan kami tidak mau ada hal itu," tuturnya.
Kendati demikian, Budi menekankan pentingnya pemberlakuan asuransi wajib TPL bagi pemilik motor dan mobil secepatnya. pasalnya, Indonesia adalah satu-satunya negara ASEAN yang belum menerapkan asuransi wajib TPL.
Sejauh ini, AAUI terus berkoordinasi dengnn berbagai pihak terkait mekanisme pemberlakuan asuransi TPL wajib tersebut. Adapun pihak-pihak yang terlibat antara lain Jasaraharja, Korlantas, dan Kementerian dan Lembaga lainnya.
Sebagaimana diketahui, mandat pembentukan program asuransi wajib tertuang dalam UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). Amanat ini khususnya termaktub dalam pasal 39 A.
Mengutip pasal 39 A, dijelaskan bahwa pemerintah dapat membentuk program asuransi wajib sesuai kebutuhan. Asuransi wajib ini pun dapat ditunjuk oleh pemerintah ke kelompok tertentu.
"Pemerintah dapat mewajibkan kepada kelompok tertentu dalam masyarakat untuk membayar Premi atau Kontribusi keikutsertaan sebagai salah satu sumber pendanaan Program Asuransi Wajib," sebagaimana dijelaskan pada undang-undang tersebut.
Adapun ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Program Asuransi Wajib diatur dengan Peraturan Pemerintah setelah mendapatkan persetujuan dari DPR. Jika PP telah keluar, baru akan diturunkan ke Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK).
(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Jurus Asuransi Spin Off Bisnis Syariah di 2025
Next Article Kolaborasi Perusahaan Asuransi-BPJS Kesehatan, Peluang & Tantangannya