Jakarta, CNBC Indonesia - Penjualan rumah tapak mengalami penurunan di tahun 2024 ini. Tidak tanggung-tanggung, penurunan penjualan rumah tapak di Jabodetabek mencapai 25% dibanding tahun 2023 lalu. Hal ini dipengaruhi beberapa faktor, mulai dari penurunan daya beli ditambah kenaikan harga rumah.
"Penjualan kalau di 2023 itu total 14 ribuan unit di Jabodetabek. Kalau tahun ini Q1 sampai Q3 baru sekitar 7.000 unit, Cuma setengahnya. Jadi perkiraan hingga akhir Q4 nanti Cuma terjual 10.000-11.000 unit, jadi 25% penurunannya di bawah," kata Associate Director Leads Property, Martin Samuel Hutapea kepada CNBC Indonesia, Senin (12/2/2024).
Padahal pengembang sudah rajin membuat banyak rumah, sayang penyerapannya justru terkendala. Sebagai contoh di kuartal III 2024 ini ada tambahan pasokan 2,800 unit, namun penjualannya jauh di bawah itu yakni 1,900 unit. Sebagian besar penyerapannya ada di wilayah Tangerang.
Di sisi lain, harga rumah juga terus mengalami kenaikan. Menurut riset Leads Property, kenaikan harga rumah menyeluruh terjadi di Jabodetabek, namun paling tinggi ada di Depok mencapai 12%, sedangkan Jakarta sebesar 5% dan Bogor sebesar 3%.
Foto: Suasana perumahan subsidi pemerintah di Kawasan, Ciseeng Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin, (19/2/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Suasana perumahan subsidi pemerintah di Kawasan, Ciseeng Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin, (19/2/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
"Karena harga rumah naiknya lumayan makanya jualannya susah," kata Martin.
Ia mencontohkan satu developer di Sawangan Depok menurunkan harga sampai 2x lipat demi produknya bisa terserap. Misalnya aat launching beberapa tahun lalu harga rumahnya mencapai Rp 1,5 miliar, tidak lama naik menjadi Rp 2 miliar.
Namun kini developer menyesuaikan harga hanya Rp 800 jutaan, 2x lipat lebih murah dibanding harga launching dengan spesifikasi yang menyesuaikan.
"Developer harus pintar-pintar cari produk yang absorbable," sebut Martin.
Di sisi lain, penurunan daya beli masyarakat juga menjadi faktor penjualan rumah kini tengah seret. Banyak masyarakat yang akhirnya menahan pembelian karena daya beli tengah melemah.
"Faktor Daya beli salah satunya, kan daya beli hubungannya juga sama price-sensitive, harga," ujar Martin.
(fys/wur)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Program 3 Juta Rumah Bebas Pajak, Apa Kata Pengembang
Next Article Simak Serba-Serbi NJOP Sebagai Perhitungan PBB-P2