Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat dan China sepakat menunda perang dagang selama 90 hari ke depan, dan memberi angin segar bagi pasar global.
Tarif impor produk China ke AS kini turun dari 145% menjadi 30%, sementara tarif produk AS ke China turun dari 125% menjadi 10%. Kesepakatan ini langsung memicu sentimen positif di pasar saham, terutama pada sektor teknologi.
Momentum 90 hari agaknya dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Tesla, raksasa mobil listrik AS milik Elon Musk yang memiliki ketergantungan rantai pasokan di China.
Tesla bergerak cepat untuk mulai mengirimkan kembali komponen-komponen dari China ke AS untuk produksi Cybercab dan Semi mulai akhir bulan ini, menurut salah satu sumber yang familier dengan rencana tersebut, dikutip dari Reuters, Selasa (20/5/2025).
Bulan lalu, Reuters melaporkan Tesla menangguhkan rencana pembelian komponen dari China, setelah Trump mengumumkan tarif 145% untuk barang-barang impor dari China. Keputusan itu berpotensi menghambat rencana Tesla untuk memproduksi massal model-model terbarunya.
Kendati demikian, sumber dalam menyebut kesepakatan terbaru AS dan China masih bisa berubah. Pasalnya, pemerintahan Trump selama ini dikenal tak bisa diprediksi.
Tesla tak segera merespons permintaan komentar.
Tesla berencana menguji coba produksi untuk 2 model barunya pada Oktober untuk mulai melakukan produksi massal pada 2026 mendatang. Cybercab rencananya akan diproduksi di Texas, sementara Semi akan diproduksi di Nevada, menurut laporan Reuters sebelumnya.
Tesla tengah mengupayakan izin dari pemerintah AS untuk menjalankan layanan taksi otomatis (robotaxi) menggunakan armada Cybercab tanpa roda kemudi atau pedal kontrol.
Perusahaan ini meluncurkan konsep tersebut pada Oktober 2024 dan berjanji untuk mulai memproduksi kendaraan tersebut pada tahun 2026 dengan harga kurang dari US$30.000 (Rp496 jutaan).
Tesla juga berencana memproduksi truk Semi pada 2026 mendatang dan mempercepat pengiriman untuk konsumen yang telah memesan, termasuk PepsiCo.
Tarif tinggi yang ditetapkan Trump bermaksud untuk menggenjot industri manufaktur AS. Namun, hal ini justru merugikan perusahaan-perusahaan AS yang selama ini mengandalkan manufaktur China, termasuk Musk yang merupakan orang dekat Trump.
Musk sudah berkali-kali menyuarakan dukungannya untuk perdagangan bebas dan tak setuju dengan pemberlakuan tarif tinggi.
Bulan lalu, dalam laporan kinerja tahunan Tesla, Musk mengatakan kepada para analis bahwa dirinya sudah meminta tarif yang lebih rendah, tetapi keputusan akhir tetap di tangan Trump.
CFO Tesla, Vaibhav Taneja, mengatakan tarif berdampak pada investasi modal Tesla. Pasalnya, perusahaan harus memboyong alat-alat dari luar AS, seperti dari China, untuk ekspansi lini produksi domestik.
(dem/dem)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Nasib Investasi Kripto RI di Tengah Perang Dagang-Pajak Tinggi
Next Article Orang Terkaya Dunia Elon Musk Mau Tambah Kaya, Taktiknya Terungkap