Poin-Poin Dakwaan dan Eksepsi Tom Lembong di Kasus Impor Gula

2 days ago 4

Daftar Isi

Jakarta, CNN Indonesia --

Sidang perdana kasus dugaan korupsi impor gula dengan terdakwa eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (6/3). Agenda sidang adalah pembacaan dakwaan.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat telah menguraikan peran-peran Tom Lembong dalam kasus yang merugikan keuangan negara tersebut.

CNNIndonesia.com merangkum sejumlah poin penting dakwaan jaksa dan keberatan yang disampaikan kubu Tom Lembong berikut ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perbuatan melawan hukum

Jaksa mendakwa Tom Lembong telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum dalam kegiatan impor gula yang menyebabkan kerugian keuangan negara.

Perbuatan itu dilakukan Tom Lembong bersama-sama dengan 10 terdakwa lain yang dilakukan penuntutan terpisah.

Mereka ialah Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) sejak tahun 2015 Charles Sitorus, Direktur Utama PT Angels Products sejak tahun 2003 Tony Wijaya NG, Direktur PT Makassar Tene sejak tahun 2006 Then Surianto Eka Prasetyo, Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya sejak tahun 2013 Hansen Setiawan, Direktur Utama PT Medan Sugar Industry sejak tahun 2012 Indra Suryaningrat.

Kemudian Direktur Utama PT Permata Dunia Sukses Utama sejak tahun 2015 Eka Sapanca, Presiden Direktur PT Andalan Furnindo sejak tahun 2015 Wisnu Hendraningrat, Direktur PT Duta Sugar International sejak tahun 2016 Hendrogiarto A. Tiwow, Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur sejak tahun 2010 Hans Falita Hutama, dan Direktur Utama PT Kebun Tebu Mas sejak tahun 2011 Ali Sandjaja Boedidarmo.

Peran Tom Lembong

Jaksa menyebut Tom Lembong menerbitkan surat pengakuan impor atau persetujuan impor Gula Kristal Mentah (GKM) periode 2015-2016 kepada 10 pihak luar (mayoritas berstatus terdakwa) tanpa rapat koordinasi antarkementerian.

Tom Lembong disebut memberikan surat pengakuan impor atau persetujuan impor tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

Kemudian, Tom Lembong memberikan surat pengakuan sebagai importir produsen GKM atau persetujuan impor GKM kepada para terdakwa lain untuk diolah menjadi Gula Kristal Putih (GKP). Padahal, perusahaan yang diberikan surat pengakuan tersebut tidak berhak mengolah GKM menjadi GKP karena berlatar belakang usaha gula rafinasi.

Pada tahun 2015, Tom Lembong memberikan surat pengakuan sebagai importir produsen GKM kepada Tony Wijaya NG melalui PT Angels Products untuk diolah menjadi GKP yang dilakukan pada saat produksi dalam negeri GKP sudah mencukupi dan pemasukan atau realisasi impor GKM tersebut terjadi pada musim giling.

Tom Lembong tidak menunjuk perusahaan BUMN untuk mengendalikan ketersediaan dan stabilisasi harga gula, melainkan menunjuk Induk Koperasi Kartika (INKOPKAR), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (INKOPPOL), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (PUSKOPOL), Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI-Polri.

Tom Lembong memberi penugasan kepada PT PPI (Persero) untuk melakukan pengadaan GKP dengan cara bekerja sama dengan produsen gula rafinasi karena sebelumnya para terdakwa lain telah menyepakati pengaturan harga jual gula dari produsen kepada PT PPI dan pengaturan harga jual dari PT PPI kepada distributor di atas Harga Patokan Petani (HPP).

Terakhir, Tom Lembong tidak melakukan pengendalian atas distribusi gula dalam rangka pembentukan stok gula dan stabilisasi harga gula yang seharusnya dilakukan oleh BUMN melalui operasi pasar dan/atau pasar murah.

Memperkaya orang lain

Perbuatan Tom Lembong sebagaimana disebut di atas telah memperkaya orang lain. Yaitu Tony Wijaya NG sebesar Rp144,1 miliar, Then Surianto Eka Prasetyo Rp31,1 miliar, Hansen Setiawan Rp36,8 miliar, Indra Suryaningrat Rp64,5 miliar dan Eka Sapanca Rp26,1 miliar.

Kemudian Wisnu Hendraningrat Rp42,8 miliar, Hendrogiarto A. Tiwow Rp41,2 miliar, Hans Falita Hutama Rp74,5 miliar, Ali Sandjaja Boedidarmo Rp47,8 miliar, dan Ramakrishna Prasad Venkatesha Murthy Rp5,9 miliar.

Kerugian negara

Berdasarkan Laporan Hasil Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI tanggal 20 Januari 2025, jaksa menyebut negara mengalami kerugian sejumlah Rp515 miliar.

"Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp515.408.740.970,36 yang merupakan bagian dari kerugian keuangan negara sebesar Rp578.105.411.622,47," ungkap jaksa Sigit Sambodo.

Ancaman pidana

Tom Lembong didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP.

Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor mengatur ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun, dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Unsur-unsur utama dalam pasal ini adalah melawan hukum, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Sedangkan Pasal 3 UU Tipikor menyebutkan setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp50 juta dan maksimal Rp1 miliar.

Eksepsi Tom Lembong

Setelah mendengarkan dakwaan jaksa, Tom Lembong melalui kuasa hukumnya langsung mengajukan nota keberatan atau eksepsi. Mereka ingin eksepsi bisa segera dibacakan. Permohonan itu dikabulkan majelis hakim.

Kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, berpendapat dakwaan jaksa tidak tepat dan tidak jelas. Menurut dia, apa yang disampaikan jaksa dalam surat dakwaan sebagai bentuk upaya mengkriminalisasi kliennya.

"Apa yang menjadi dakwaan jaksa hari ini bisa disebut sebagai kriminalisasi hukum, terutama terkait dengan kebijakan Menteri Perdagangan," kata Ari.

"Jika kriminalisasi seperti ini terus berlanjut, maka jangan heran jika akan muncul ketidakpastian hukum, baik yang terjadi saat ini maupun di hari yang akan datang," sambungnya.

Ari meminta majelis hakim membebaskan Tom Lembong dalam agenda sidang putusan sela mendatang. Dia berharap majelis hakim tidak menerima dakwaan jaksa.

Selain itu, Ari berharap nama baik kliennya bisa dipulihkan juga.

"Membebaskan terdakwa dari tahanan seketika setelah putusan sela dibacakan," ucap Ari.

"Memerintahkan penuntut umum membebaskan terdakwa dari tahanan seketika setelah putusan sela dibacakan," tandasnya.

(ryn/tsa)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|